Madrasah Aliyah Nurussyahid (MANUSA) adalah Sekolah Menengah Atas Setingkat SMA/SMK, Yang berdiri 2013 dengan Unggulan Magang dan Mahir Bahasa Jepang


Niat yang baik akan menghasilkan prasangka yang baik, Prasangka yang baik akan menghasilkan Aqidah yang baik dan Aqidah yang baik akan menghasilkan Akhir yang baik (Khusnul Khotimah). Hidup ini adalah Perjuangan, perjuangan perlu pengorbanan, pengorbanan perlu kecintaan, kecintaan perlu kesungguhan dalam Do'a dan Ikhtiar yang seimbang. kecintaan perlu keikhlasan dan keikhlasan perlu kesabaran, maka Allah berfirman Jadikan Sabar dan Sholat sebagai penolongmu melalui petunjuk sang Guru Mursyid.

2019/09/18

256 KOSA KATA BAHASA JEPANG SEHARI-HARI DI MA NURUSSYAHID KERTAJATI MAJALENGKA

Foto Kunjungan Peserta Didik MA Nurussyahid ke LPK Kazoku Desa Nanggewer Sukahaji Tanggal 17 September  Tahun 2019

256 KOSA KATA BAHASA JEPANG SEHARI-HARI
NO KATA BAHASA JEPANG TERJEMAHAN KET 
1 OHAYO GOZAIMASU SELAMAT PAGI
2 KONNICHIWA SELAMAT SIANG
3 KONBANWA SELAMAT MALAM
4 OYASUMINASAI SELAMAT TIDUR
5 OTSUKARE SAMADESITA TERIMA KASIH ATAS KERJASAMANYA
6 OSAKINI SITSURE SIMASU PERMISI SAYA PULANG DULUAN
7 SAYOUNARA SELAMAT TINGGAL
8 ITTE KIMASU SAYA PERGI DULU
9 ITTE  IRRASAI SELAMAT JALAN
10 TADAIMA SAYA  PULANG
11 OKAERINASAI SELAMAT DATANG KEMBALI
12 ITADAKIMASU SAYA TERIMA HIDANGANNYA
13 KYOSITSU KELAS
14 SHOKUDO KANTIN
15 NOTO BUKU CATATAN
16 ENPITSU PENSIL
17 TSUKUE MEJA
18 ISU KURSI
19 MADO JENDELA
20 TEREBI TELEVISI
21 sekai dunia
22 ajia asia
23 yoroppa eropa
24 apurika afrika
25 nihon jepang
26 indonesia indonesia
27 chugoku china
28 kankoku  korea selatan
29 maresia malaysia
30 tai thailand
31 piripin philipine
32 betonamu vietnam
33 singaporu singapur
34 burunei brunei
35 honkong hongkong
36 indo india
37 sauji arabia saudi arabia
38 osutoraria australia
39 igirisu inggris
40 doitsu jerman
41 puransu prancis
42 itaria italia
43 oranda belanda
44 supein spanyol
45 rosia rusia
46 amerika amerika
47 kanada kanada
48 jisho kamus
49 sinbun koran
50 zassi majalah
51 hako kotak
52 kaban tas
53 kagi kunci
54 pen pena
55 kami kertas
56 tabako roko
57 macchi korek api
58 haizara asbak
59 raita korek gas
60 denki listrik
61 suichi saklar
62 doa pintu
63 rajio radio
64 tokei  jam
65 kamera kamera
66 jidosha mobil
67 ie\uchi rumah
68 gakko sekolah
69 niwa halaman
70 kaisha perusahaan
71 jimusho kantor
72 uketsuke bagian penerima tamu
73 robi lobi
74 heya kamar
75 otearai toilet
76 senmon jurusan
77 kikai mesin
78 konpyuta komputer
79 asa pagi
80 hiru siang
81 ban/yoru malam
82 gozen waktu sebelum jam12 siang
83 gogo waktu setelah jam 12 siang
84 eki stasiun
85 koujo pabrik
86 ginkou bank
87 byouin rumah sakit
88 depato departemen store
89 honya  toko buku
90 tokoya tempat pangkas rambut
91 tanjobi  hari ulang tahun
92 hikouki pesawat terbang
93 sinkansen kereta super cepat
94 densya kereta listrik
95 chikatetsu kereta bawah tanah
96 takusi taksi
97 basu bus
98 jitensya sepeda
99 aruite berjalan
100 pune  kapal laut
101 hitori sendirian
102 tomodachi teman
103 koibito pacar
104 asa gohan makan pagi
105 hiru gohan makan  siang
106 ban gohan makan malam
107 tabemono makanan
108 gohan  nasi
109 pan roti
110 niku daging
111 sakana  ikan
112 tamago telor
113 yasai sayuran
114 kudamono buah buahan
115 ringgo apel
116 mikan jeruk
117 banana pisang
118 budou anggur
119 painapuru nanas
120 suika semangka
121 nomimono minuman
122 kohi kopi
123 koucha the
124 ocha teh jepang
125 gyuniku daging sapi
126 jusu jus
127 biiru bir
128 uwisuki wisky
129 osake sake
130 mizu air
131 shatsu pakaian
132 nekutai dasi
133 kutsu sepatu
134 kusuri obat
135 hana bunga
136 tegami surat
137 kitte perangko
138 putou amplop
139 eameru pos udara
140 hagaki kartu pos
141 kippu karcis
142 eiga film
143 kougi kuliah
144 hasi sumpit
145 supun sendok
146 poku garpu
147 naipu pisau
148 doraiba obeng
149 supana  kunci pas
150 penchi tang
151 hasami gunting
152 kazoku keluarga
153 kyoudai saudara
154 otousan bapak[orang lain]
155 okaasan ibu[orang lain]
156 oniisan kakak laki laki[orang lain]
157 oneesan kakak  perempuan[orang lain]
158 otoutosan adik laki laki[orang lain]
159 imoutosan adik perempuan[orang lain]
160 nimotsu barang
161 katarog katalog
162 repoto laporan
163 okane uang
164 yama gunung
165 kawa sungai
166 machi kota
167 inaka kampung
168 umi laut
169 buta niku daging babi
170 toriniku daging ayam
171 ryouri masakan
172 supotsu olahraga
173 pinpon tenis meja
174 tenisu tenis
175 sakka sepak bola
176 sukii ski
177 yakyu bisbol/base ball
178 onggaku musik
179 uta lagu
180 gita gitar
181 dansu dansa
182 kanji hurup kanji
183 hiragana hurup hiragana
184 katakana hurup katakana
185 romaji hurup romawi
186 yubinkyouku kantor pos
187 posuto bis surat
188 kouen taman
189 biru gedung
190 otokonohito laki laki
191 onanokohito perempuan
200 ue atas
201 sita bawah
202 mae depan
203 usiro belakang
204 migi kanan
205 hidari kiri
206 naka dalam
207 soto luar
208 aida antara
209 tenki cuaca
210 hare cerah
211 kumori mendung
212 ame hujan
213 yuki salju
214 ryokou rekreasi/tamasya
215 omiyage oleh oleh
216 sigoto pekerjaan
217 sensei guru
218 sarariman karyawan
219 omawarisan polisi
220 oisyasan dokter
221 enjinia ahli mesin
222 rajikase radio kaset
223 shio garam
224 satou  gula
225 shouyu kecap asin
226 sekken sabun
227 taoru handuk
228 hamigaki pasta gigi
229 haburasi sikat gigi
230 shanpu shampo
231 kasa payung
232 fuku pakaian
233 kimono pakaian khas jepang
234 kao wajah
235 kami rambut
236 me mata
237 mimi telinga
238 hana hidung
239 kuchi mulut
240 ha gigi
241 te tangan
242 ashi kaki
243 denkiseihin peralatan listrik
244 reizoko lemari es
245 suihanki rice cooker
246 soujiki alat penghisap debu
247 sentakuki mesin cuci
248 ooba mantel
249 koto jas hujan
250 seeta sweater
251 boushi topi
252 tebukuro sarungtangan
253 mapura syal
254 kousaten perempatan
255 shinggou lampu merah
256 shumi hobi
Share:

2019/09/13

Riwayat Hidup Mbah Moen dan Sa'duna Fiddunya dan Lirik Kesukaan Mbah Moen bikin Hati Tentram



Riwayat Hidup dan Keluarga
Beliau adalah kyai sepuh karismatik yang sering menjadi tumpuan permasalahan besar kebangsaan dan dunia internasional. Rakyat, santri, semua lapisan masyarakat, dan tokoh masyarakat, serta pejabat pemerintahan merasa dekat kepada beliau dan selalu memperoleh solusi terbaik. Sesi-sesi penting seperti pemilihan presiden Indonesia tahun 2019 ini menjadi bukti bahwa ulama menjadi tumpuan permasalahan kebangsaan. Para ulama sepuh mendaulat beliau sebagai waliyullah akhir zaman yang menjadi patok penerang batin seluruh umat.

KELAHIRAN BELIAU
Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Dilahirkan di Karang Mangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928. Dan siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Kyai Maimoen, Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al Yamani Al-Makky. Dua ulama yang kesohor pada saat itu. Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian. Pada umur 25 tahun, beliau menikah dan selanjutnya menjadi kepala pasar Sarang selama 10 tahun. Mbah Moen, begitu orang biasa memanggilnya, adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang. Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras.

Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya. Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu.
Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.

WAFAT BELIAU
Beliau wafat pada hari Selasa, 6 Agustus 2019 pagi di Mekkah dalam rangka merayakan ibadah haji.


Pendidikan

Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita ia sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain. Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa.

Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.

SilsilahKeilmuan
Pendidikan Awal di Lirboyo Pada tahun kemerdekaan, Beliau memulai pengembaraannya guna ngangsu kaweruh kePondok Lirboyo Kediri, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, Beliau juga menimba ilmu agama dariKH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi. Di pondok Lirboyo, pribadi yang sudah cemerlang ini masih diasah pula selama kurang lebih lima tahun. Waktu yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi tentu masih belum cukup untuk menegak habis ilmu pengetahuan. Menuntut Ilmu di Mekah
Tanpa kenal batas, beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu agama. Sampai pada akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib. Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain:

- Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki
- Syekh Al-Imam Hasan Al-Masysyath
- Sayyid Amin Al-Quthbi
- Syekh Yasin bin Isa Al- Fadani
- Syekh Abdul Qodir Almandily


Menuntut Ilmu di Ulama Besar Jawa Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah Al- Mukarromah. Sekembalinya dari Tanah suci, Beliau masih melanjutkan semangatnya untuk “ngangsu kaweruh” yang tak pernah surut. Walau sudah dari Arab, beliau masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada Ulama-ulama’ besar tanah Jawa saat itu.
Silsilah Nasab
Dari Jalur Nenek ibu Nyai Hasanah, yaitu:
  • Mbah Kyai Maulana (Mbah Lanah), bangsawan Madura yang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro
  • Mbah Kyai Ghozali bin Mbah Kyai Maulana
  • Hajjah Sa’idah binti Mbah Kyai Ghozali yang menikah dengan Kyai Syu’aib, kyai Syu’aib adalah penerus perkembangan pesantren yang dirintih mbah Maulana dan Mbah Ghozali
  • Nyai Hasanah binti Kyai Syu’aib
  • Nyai Hasanah menikah dengan Kyai Dahlan
  • Kyai Zubair bin Kyai Dahlan
  • Kyai Maimun Zubair
Dari Jalur Kakek sampai dengan Sunan Giri, yaitu:
  • Mbah Maimun bin
  • Kyai Zubair bin
  • Kyai Dahlan bin
  • Mbah Carik Waridjo bin
  • Mbah Munandar bin
  • Kyai Puteh Podang (desa Lajo Singgahan Tuban) bin
  • Kyai Imam Qomaruddin (dari Blongsong Baureno Bojonegoro) bin
  • Kyai Muhammad (Macan Putih Gresik) bin
  • Kyai Ali bin
  • Kyai Husen (desa Mentaras Dukun Gresik) bin
  • Kyai Abdulloh (desa Karang Jarak Gresik) bin
  • Pangeran Pakabunan bin
  • Panembahan Kulon bin
  • Sunan Giri
Penerus Beliau
Putra putra beliau antara lain:
1. KH Abdullah Ubab
2. KH Gus Najih
3. KH Majid Kamil
4. Gus Abd. Ghofur
5. Gus Abd. Rouf
6. Gus M. Wafi
7 . Gus Yasin
8. Gus Idror
dan dua putri, yaitu:
1. Sobihah (mustofa aqil)
2. Rodhiyah (Gus Anam)

Jasa dan Karya Beliau

Pesantren Al Anwar, Sarang Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang. Keharuman nama dan kebesaran Beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil “jadi orang” karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren Beliau.

Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa Beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau. Kemudian sekitar tahun 2008 beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan pengasuhannya kepada putranya KH. Ubab Maimun PP Al-Anwar yang berada di kampung Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH. Maimun Zubair pada tahun 1967.

Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH. Zubair Dahlan. Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla. Pada perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek bangunan, yaitu komplek A, B dan C. Komplek B dikembangkan oleh KH. Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma’hadul Ulumis Syar’iyah. Sedang komplek A dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh KH. Maimun Zubair, putra KH. Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah sebagai nelayan. Perkembangan jumlah santri PP. Al-Anwar yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik.

Pada tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina. Seiring dengan bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan. Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang yang lain. terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP. Al-Anwar berlantai lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid PP. Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah al Mukarromah.

Tokoh Nasional Tradisional
Mbah Moen, begitu orang biasa memanggilnya, banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun. Beliau juga pernah menjadi anggota DPRD kabupaten Rembang selama 7 tahun. Setelah berakhirnya masa tugas, beliau mulai berkonsentrasi mengurus pondoknya yang baru berdiri selama sekitar 7 atau 8 tahun.
Tapi rupanya tenaga dan pikiran beliau masih dibutuhkan oleh negara sehingga beliau diangkat menjadi anggota MPR RI utusan Jateng selama tiga periode. Dalam dunia politik beliau tergolong kiyai yang adem-ayem. Di saat NU sedang ramai mendirkan PKB (1998) mbah Moen lebih memilih diam dan istiqomah di PPP, partai dengan gambar Ka’bah. Pada tahun 1977, KH. Maimun Zubair mengembangkan pesantren dengan mendirikan PP putri Al-Anwar. berawal dari sebidang tanah yang dimiliki dan hasil pembelian tanah milik tetangga, beliau termotivasi akan kondisi masyarakat sekitar pada saat itu yang belum rutin mengerjakan sholat 5 waktu serta minimnya kemampuan mereka dalam membaca Al Qur’an. Sebagai langkah awal, lalu dibangunlah sebuah musholla di belakang rumah yang semula berdindingkan anyaman bambu.

Kisah Teladan Beliau
Antara Beliau dan Gus Dur“Aku ini tidak pernah setuju dengan Gus Dur”, kata Kyai Maimun Zubair. “Yah... namanya manusia. Tapi aku tidak berani membenci, apalagi memusuhinya. Takut kuwalat!” Kenyataannya, tidak seratus persen Mbah Maimun berseberangan dengan Gus Dur. Ketika suatu kali seorang tokoh intelektual datang jauh-jauh dari Jakarta untuk mengajak beliau masuk ICMI, Mbah Maimun menolak. “Pak Kiyai ini intelektual yang mumpuni lho”, kata si tokoh, “cocok sekali kalau masuk ICMI!.” “Ah, saya cukup Nahdlatul Ulama saja, gabung rombongannya pewaris nabi.” kata mbah Mun “Memangnya di ICMI nggak bisa?” “Kan nggak ada hadits Al-ICMI warotsatul anbiyaa’? Kalau Al-Ulamaa' ada!”kata mbah Mun.

Sumber: Dari Berbagai Sumber, Sejarah Pondok Pesantren Sarang Rembang, Yusuf Futuwwah Al Idrisi Al Hasani

Diedit ulang pada 29 September 2019
Untuk memperoleh profil dan biografi ulama terlengkap. Silakan membuka http://wiki.laduni.id/Daftar_Ulama

Share:

2019/09/05

Fostering Diversity Attitudes Through the Internalization of Multicultural Values

Penulis Jurnal Dr. Yoyo Zakaria Ansori, M.Pd (Wakil Dosen PG SD Universitas Majalengka) 

Fostering Diversity Attitudes
Through the Internalization of Multicultural Values

Yoyo ZakariaAnsori, IndraAdiBudiman, DedeSalimNahdi

UniversitasMajalengka
al.anshory0928@gmail.com, indra.adibudiman7@yahoo.com, salimnahdi15@gmail.com

Abstract:The phenomenon of diversity is like a double-edged knife, on one hand, has a positive impact, namely, we have a wealth of diverse cultural treasures. But on the other hand, it has a negative impact because diversity can trigger conflict between community groups which in turn can lead to instability in various fields. However, this negative impact can be prevented through the internalization of multicultural values in the community as an anticipatory effort towards the impact of the existence of the West Java International Airport (BIJB) in Kertajati District, Majalengka Regency in collaboration with the Nurussyahid Foundation. Through the internalization of multicultural values, it is expected that individuals have the attitude of accepting other groups equally as a unit, regardless of cultural, ethnic, gender, language, or religious differences. The method used in this case is the provision of material, question and answer, discussion, and the application of the value internalization model, namely the values clarification technique and value analysis model.
Keyword:Diversity, Internalization, Multicultural Values

INTRODUCTION
The nation and the people of Indonesia are truly proud to have a diverse culture that can be used as a basis for implementing sustainable development. The cultural wealth possessed by the Indonesian people must be nurtured and developed as a basis for sustainable development. In ethnological research, for example, it is known that Indonesia consists of approximately 600 ethnic groups with their respective identities and different cultures(Alwasilah, 2012)
The most plural conditions of the Indonesian people both in terms of ethnicity, race, religion and social status make a tremendous contribution to the development and dynamics of people's lives. However, this condition also allows for clashes between cultures, races, ethnicities, religions and prevailing values in society as according to Huntington (1992) that one's cultural and religious identity will be the main source of conflict in the post-cold war world.
Several cases that led to conflict with racial groups often occurred in Indonesia which if left unchecked would undermine the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI). The conflicts that occurred for example, such as the cases of Ambon, Sampit, Poso, Aceh, conflicts between FPI and the Ahmadiyya group, and so on have made us realize that if this is allowed, it is very possible for the disintegration of the nation. The tragedy of intergroup violence that exploded sporadically in the late 1990s in various regions in Indonesia showed how vulnerable the sense of togetherness was built in Indonesia, how thick the prejudice between groups was and how low multiculturalism values were.
This condition is possible to occur in the community of Bantarjati Village, Kertajati District as an effect of the presence of the West Java International Airport (BIJB). The presence of BIJB will be a magnet for foreign tourists and domestic tourists who have different backgrounds in terms of ethnicity, religion, and race and between groups. In addition, the presence of the airport will make Kertajati as a field to open the business to outsiders who have different backgrounds. This condition, if left unchecked, will present conflict between local communities and migrants. Therefore, to overcome or avoid conflict, one needs to tolerate the very things one abhors, dis-agrees with, disapproves of or dislikes (Gibson, 2006; Sullivan andTransue,   1999; Sullivan et al.,   1982; Vogt, 1997). Tolerance is said to be indispensable for any decent society. It has been recognized  today  as “crucial  characteristic  in a pluralist,  multicultural  communities which are seeking to be free of oppression, violence and discrimination.” (Bergen 2012, 112)
Through collaboration with the Nurussyahid Foundation researcher have carried out the development of multicultural values for the surrounding community. Fostering multicultural values seen as an effective way to minimize conflict and prevent a split in society. Multicultural education will direct the individual in addressing the realities of a diverse society, to always have an appreciative attitude and willingness to accept differences.Therefore, with multiculturalism, tolerance will be present in the midst of society, because intolerance there is no principle of mutual harm (Mill, 1859) and all social groups, ethnic groups have equality in status and rights (Fraser, 2002)

RESEARCH METHOD
This study uses the value internalization method. The value internalization method aims to present values that initially exist outside the individual or as knowledge to become a strong self-embedded principle. According to Hakam (2016), the process of internalization is essentially an effort to present something (value) that originally existed in the external world to be an internal property both for individuals or institutions.
The value internalization method used in this study is value analysis. According to KosasihDjahiri (1985: 45), the value analysis approach is part of the Value Clarification Technique which is expected to lead to changes in student attitudes and behaviour. Thus, the target values to be achieved in this activity are (1) compassion (help, and care); (2) responsibility (discipline, and empathy); and (3) harmony of life (tolerance and cooperation).

FINDINGS AND DISCUSSION
Differences in the cultural background between migrants and local communities will lead to horizontal conflicts that will harm both parties, so it needs to be dealt with through guidance to the community by providing an understanding of the attitude of diversity, namely respecting different backgrounds of people, ethnicity, culture and religion (Ansori, 2019). The attitude of diversity will be owned by the community when multicultural values can be conveyed to students through coaching activities. The target of coaching is teenagers because based on the psychological characteristics of the development of teenagers, they have the characteristic of being looking for identity and also including an unstable age (Santrock, 2012). So that these conditions require coaching in the formation of identity, as a vehicle to grow values, perceptions, and attitudes that are positive and also productive in living life in the future.
The implementation of the value internalization method to students to foster an attitude of diversity begins with the delivery of information to students. At this stage, it aims to provide knowledge about the condition of the Indonesian people who have 600 ethnic groups with their respective identities and different cultures. The condition of a very pluralistic Indonesian society makes a tremendous contribution, however, such conditions also enable the occurrence of inter-cultural, racial, ethnic, religious and values that apply in society. (Tilaar, 2014)
Therefore, it is necessary to instil an attitude that respects diversity towards differences through the formulation of multicultural values.In multicultural values contained the values of tolerance,multicultural explains that there are five dimensions in multicultural education. First, content integration which involves diversity in an educational culture aims to eliminate prejudice. Second, the construction of science (knowledge construction) which is realized by knowing and comprehending the existing diversity. Third, prejudice reduction arising from inter-cultural interactions within educational culture. Fourth, human equity pedagogy that provides space and opportunity to different elements. Fifth, school empowering culture--school is seen as a social element of social structures (Banks, 1993).
After the delivery of the material is complete, there will be a question and answer activity in which a formulation of values is made. Value formulations delivered to students in the form of value standards such as right-wrong, bad-good, or bad benefits. Also conveyed the prevailing norms in society, laws, formulas or theorems of the Qur'an and hadith that are normative in nature.As an example in Al-Qur'an surah Al-Hujurat verse 13, the word mindakarin au unsa is an introduction to emphasize that all human beings have the same degree of humanity on the side of Allah and there is no difference between one tribe and another (Hanaf, 2017).
Meanwhile, to sharpen the participants' thinking patterns, coaching activities are presented with problematic stories (moral dilemmas). Given a moral dilemma solely to provide a stimulus that requires a response or solution that contains values from the participants, through the moral dilemma the participants provide several responses/solutions from various perspectives, in that way the insight and information on values will increase.
Through the valuable information conveyed to the participants, it is expected that the information will be responded to cognitively and affectively by students who receive information. If the content of information is in line and extends the value that already exists in the individual, then the information will be received easily and quickly fused with existing beliefs (cognitive resonance), but if new information is not in line or even contrary to the beliefs that there is in the person, there will be a shock of the mind, the upsurge of feeling, or questioning and criticizing the content of new information, perhaps even rejection of the content of the new information, such a person's response is called cognitive dissonance.
Besides giving information, in this activity, the value internalization model was applied, namely the value analysis model. The use of the value analysis model aims to guide students to use a systematic and scientific approach in collecting and analyzing data, so that students can find their own values and community values that are considered the most correct where they live, which ultimately students are expected to make decisions and assess a value that can be maintained nationally and religiously.
The use of value internalization models expects participants to have a critical analysis of situations related to a social context (Hakam, 2016). Besides that, through the value internalization model participants are expected to be able to accept the values of others by not judging their good and bad, but participants must be able to analyze data or information so that they can find their own values and the values of the communities they live in, which ultimately participants are able to assess a value rationally.
The use of value analysis models is expected that participants are able to collect and analyze data and classify any information including facts, opinions, assumptions, criteria, propaganda or incorrect information. In other words, in a value conflict, participants can distinguish what they know as facts (evidence), what they expect but cannot prove it (opinion or estimate). Through thinking evaluative processes and logical thinking the students will reach a decision based on a set of value principles, and be able to assess values rationally.
The value of multicultural that is delivered continuously, in time will influence the beliefs and beliefs of individuals will influence someone's attitude in acting. This attitude will be reflected in his choice. Because without tolerance, communities that value diversity, equality and peace could not per-sist (Vogt, 1997). The characteristics of tolerant attitude, according to Hasyim (1979), are as follows: (a) Acknowledge the rights of everyone. it is a mental attitude recognizing every human being as having the right to determine their own attitude, conduct and destiny; (b) Respect the beliefs of others. it is very crucial as forcing a person's beliefs by force or in a subtle way will result in others being hypocritical; (c) Agree in disagreement (agreeing indifference) Differences do not necessarily lead to opposition as it exists in this world; (d) Understanding each other. There is no mutual respect between people if there is no mutual understanding; (e) Awareness and honesty. The attitude of tolerance concerns on one's inner attitudes and consciousness and awareness leading to honesty and innocence of behaviour.
Sullivan andTransue   (1999) identify four primary predictors of tolerance in their review of twentieth-century research the most recent overview to date. Below, each predictor they identified is discussed, together with more recent evidence and contradictory findings.   First, education plays a central and much-researched role in the emergence of tolerance.   So-called   political   elites   or   ‘the   educated   and the   politically   active’   (Sullivan   and   Transue,   1999:629) are more supportive of civil liberties and henceare generally more politically tolerant (McCloskyand Brill, 1983; McClosky and Zaller, 1984; Nunnet al., 1978; Sullivan et al., 1993; but see Snidermanet al., 1996). Second, the more strongly people haveinternalized beliefs in the abstract norms of democracy the more consistent they are in their tolerant judgements   (Lawrence,   1976;   McClosky, 1964; ProthroandGrigg,   1960; Sullivan et al.,   1982). Moreover, internalized democratic norms havea‘dampening effect’ on the negative effect of threat perceptions. Third, perceptions of threat are strong predictors of intolerance. The more one feels threat-enedby a group the less tolerant one responds towards this group (e.g. Sullivan et al.,   1982). Fourth, certain personality dispositions correlatestrongly with political tolerance.
Therefore, multicultural education that emerged today is a common perception of different views on the culture owned by every citizen so it can eliminate and change the stigma of racism or ethnocentrism into integration of all levels of Indonesian society. Multicultural education has a strategic position in the nationalism values of each nation's children since early multicultural education leads them to be more tolerant. Tolerance has the power to overcome differences, prejudice and plain hostilitybetweenpeople. The power of tolerance is that it can be practisedwithstandingthe almost ‘automatic’   responses of interpersonal prejudice and stereotyping   (Leyenset al.,   1994).

CONCLUSION
Internalization of multicultural values is believed to be a real solution to anticipate conflicts and disharmony that occur in the community. especially those that often occur in Indonesian society. Through this activity, students are expected to have tolerance attitude which is a wise attitude in facing differences and respecting cultural diversity.
In the end, through the development of multicultural values, it is hoped that the students (the community) will develop the ability to logically assess the value of conflict situations in a systematic and varied manner until the decision on the values is valid, and can be accounted for. In addition, it helps students individually and in groups to analyze the situation scientifically, so that they can gradually develop a value system because the reason behind decision making is value. There is a set or number of values that underlie human choice. There is also a set of values that serve as references and considerations for human choices. The value also appears in the objectives to be achieved. Values also act as driving forces that drive people to act. With the internalization of multicultural values, tolerance will grow in the individual so that it becomes the basis and reference in acting and making decisions.


REFERENCES
Alwasilah, A. Chaedar (2012) PokoknyaRekayasaLiterasi, Kiblat: Bandung
Ansori, Yoyo Zakaria .(2019). Islam danPendidikanMultikultural, JurnalCakrawalaPendas: FKIP UniversitasMajalengka
Banks, James A. (2002). An introduction to multikultural education, Boston-London: Allyn and bacon Press.
Bergen, W. V.,Bergen, B. A. V., Stubblefield, C.,&Bandow, D. 2012Winter.“Authentic Tolerance: Between Forbearance and Acceptance,” Journal of Cultural Diversity,19(4):112
Haryati, Tri Astutik .(2009). Islam dan Pendidikan Multikultural: Jurnal Nasional
Hasyim, Umar. (1979). Toleransi dan Kemerdekaan dalam Islam: Sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya.
Djahiri, K. (2007). KapitaSelektaPembelajaran. Bandung. Lab PMPKN FPIPS UPI Bandung
Doorn, Marjokavan .(2012). Tolerance. University Amsterdam: The Netherlands

Fraser, Nancy (2002), “Recognition without Ethics?,dalam: Lash, Scott et.al.(ed.), Recognition and Difference , Sage Publications, London, 2002
Hakam, K.A. (2016). MetodeInternalisasiNilai-Nilai. Bandung: Maulana Media Grafika
---------------- .(2006). PendidikanNilai. Bandung: Value Press
Hanaf, AfdholAbdul .(2017). MultikulturalismedalamPerspektif M. QuraishShihabdanImplikasinyapadaPendidikan Agama Islam (AnalisisatasKitabTafsir Al-Misbah) Tesis
Huntington, S. 1992. The Clash of Civilizations.American Enterprise Institute
Rencana Pembangunan JangkaMenengah DaerahKab.Majalengka 2014-2018.
Leyens J-P, Yzerbyt V and Schadron G (1994) Stereotypes and Social Cognition. Thousand Oaks, CA: Sage.
Stuart Mill, John. 1977. “On Liberty”Collected Works of John Stuart Mill .Toronto,University of Toronto Press
Santrock, John W..(2012). Life Span Development. Jakarta: Erlangga

Tilaar H.A.R, 2016 Pembelajaran Multikultural dalam peningkatan Critical Thinking, Creativity, Communication and Collaboration: Artikel

Vogt WP (1997) Tolerance and Education: Learning to Live with Diversity and Difference. Thousand Oaks,CA, London and New Delhi: Sage.

Gibson JL (2006) Enigmas of intolerance: Fifty yearsafter Stouffer’s communism, conformity, and civilliberties. Perspectives on Politics 4(1): 21–34.

Sullivan JL and Transue JE (1999) The psychological underpinnings of democracy: A selective review ofresearch on political tolerance, interpersonal trust,and social capital. Annual Review of Psychology 50(1):625–50.

Sullivan JL, Piereson J and Marcus GE (1982) PoliticalTolerance and American Democracy.Chicago:University of Chicago Press.


Sahal, Muhammad et. al .(2018). Tolerance in Multicultural Education: A Theoretical Concept ISSN 2364-5369 Volume 5, Issue 4 August, 2018 Pages: 115-122
Share:

NASEHAT MBAH MOEN BUAT KITA SEMUA

Translate

KUMPULAN KITAB TERJEMAHAN


Foto Kepala MA Nurussyahid Kertajati dengan Gus Sauqi Putra Abah KH. Ma'ruf Amin (Wakil Presiden RI)

KEPALA MA BERSAMA PARA PURNAWIRAWAN TNI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB

SANTRI MA NURUSSYAHID KERTAJATI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB 1440 H

KUNJUNGAN SULTAN SEPUH KE YAYASAN