Madrasah Aliyah Nurussyahid (MANUSA) adalah Sekolah Menengah Atas Setingkat SMA/SMK, Yang berdiri 2013 dengan Unggulan Magang dan Mahir Bahasa Jepang


Niat yang baik akan menghasilkan prasangka yang baik, Prasangka yang baik akan menghasilkan Aqidah yang baik dan Aqidah yang baik akan menghasilkan Akhir yang baik (Khusnul Khotimah). Hidup ini adalah Perjuangan, perjuangan perlu pengorbanan, pengorbanan perlu kecintaan, kecintaan perlu kesungguhan dalam Do'a dan Ikhtiar yang seimbang. kecintaan perlu keikhlasan dan keikhlasan perlu kesabaran, maka Allah berfirman Jadikan Sabar dan Sholat sebagai penolongmu melalui petunjuk sang Guru Mursyid.

2019/11/23

3 (TIGA) KECERDASAN YANG HARUS DI MILIKI DAN DIWUJUDKAN OLEH KITA



Ijinkan Kami hamba Allah yang doif, yang banyak dosa dan banyak kurangnya , khotib ingin mengucapkan dari hati yang paling dalam di hari yang ke 5 bulan syawal 1433 H untuk semua saudara-saudara kaum muslimin yang di mulyakan oleh Allah SWT.

Mudah-mudahan kita semua oleh Allah digolongkan menjadi orang-orang yang betul-betul meraih kemenangan di sisi-Nya, amiin.

Hadirin ……
Berbicara soal kemenangan, mau tahu siapa orang yang dikatakan menang yang pertama: orang itu pantas dikatakan meraih kemenangan kalau seandainya, ketika dia keluar dari bulan Romadhan dia tampil menjadi orang-orang yang memiliki Kecerdasan Spiritual , apa itu kecerdasan Spiritual ? Dia jadi orang yang makin hari, makin dekat dengan Allah, makin tahu kalau hidup itu harus ada arah dan tujuan yang  jelas. Hidup kita mau dibawa kemana?    Makin tua makin jadi, tapi bukan tua-tua keladi, maksudnya makin tua semakin jadi dekat dengan Allah SWT, semakin akrab dengan Rasulullah dan semakin bermanfaat bagi mahluk-mahluk Allah lainnya.  Alhamdulillah. Itu baru orang yang pantas dikatakan orang yang meraih kemenangan.  Apa yang dia dilakukan  di bulan ramadhan terus dia kerjakan setelah bulan Ramadhan, kalau di bulan ramadhan senang membaca Al-Qur’an keluar Ramadhan tiada hari tanpa Al-Qur’an.  kalau  dibulan Ramadhan menjadi orang yang selalu berpuasa  setelah ramadhan dikerjakan senin kemis puasanya. Kalau di bulan ramadhan selalu sholat berjama Isya, tarawih dan witir di Masjid, maka setelah ramadhan  dia kerjakan sholat lima waktu berjama’ah di Masjid.  Singkat cerita dia menjadi orang yang makin hari makin baik, makin lebih mulia dari hari-hari sebelumnya. Insya Allah.
Yang Kedua Siapa yang pantas dikatakan meraih kemenangan adalah orang-orang yang ketika keluar Ramadhan dia tampil menjadi pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan Sosial  maksudnya Dia suka menjadi orang yang suka memberi tanpa diminta, kalau di dibulan Ramadhan dia dermawan diluar ramadhan dia tetap dermawan, bukan bertambah pelit. Maaf kalau orang memiliki kecerdasan Sosial dia suka member tanpa di minta karena dia sadar kalau apa yang ada pada dirinya  itu Cuma titipan, yang namanya titipan pasti ada milik orang lain dan kalau ada milik orang lain maka tidak perlu nunggu orangnya datang, tapi kita harus nganterin.
Yang Ketiga orang itu pantas dikatakan meraih kemenangan kalau seandainya dia keluar dari Ramadhan dia tampil menjadi orang-orang yang memiliki kecerdasan Emosional artinya dia pandai membalas kebencian dengan cinta, mohon maaf satu bulan penuh kita dilatih menahan nafsu dan amarah keluar Ramadhan nafsu dan amarah harus selalu dijaga, kenapa karena hakekatnya musuh yang sebenarnya adalah hawa nafsu bukan orang perang melawan orang.  Orang kalu memiliki kecerdasan Emosional ketika dibenci dia membalas dengan cinta, ketika dicaci membalas dengan pujian, ketika dipukul membalas dengan senyuman, ketika disakiti membalas dengan kata-kata maaf. Itu pribadi yang betul-betul menang di mata Allah SWT.

Karena Idul fitri itu bukan dengan menampakan pakain baru tetapi idul fitri itu bertambahnya ketaatan dan takwa yang selalu baru.

 Sekali lagi mudah-mudahan kita digolongkan oleh Allah termasuk orang-orang yang betul-betul meraih kemenangan di sisi Allah, SWT. Amiiin.  
Share:

2019/11/22

Buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” Menyajikan 4 (Empat) Pilar Kuat Program Majalengka "RAHARJA"




Manusa Kertajati Bijb, Belum lama ini Madrasah kami sebut saja “MA Nurussyahid” Kertajati sering di datangi seorang penulis bahkan Editor Buku, sebut saja orang tersebut adalah penulis Buku sejarah “Ki Bagusrangin” beliau membawa buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” yang disusun oleh dua orang Bapak Elon Sukalam dan Bapak Dede Akhmad Jafar, dengan editor dia sendiri Bapak Toni Ruchiat yang akrab dipanggil sebutan “Ki Bagus”
          Dalam kunjungannya ke Madrasah Aliyah Nurussyahid Desa Bantarjati Kertajati, Beliau dalam hal ini Ki Bagus menyarankan kepada editor http://kertajaticintaaulia.blogspot.com agar memuat isi Buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” sebagai bahan bacaan masyarakat Majalengka khususnya umumnya Jawa Barat.
          Kami sebagai Masyarakat Kertajati Majalengka menyambut Gembira atas saran tersebut karena akhirnya menjadi tahu bahwa Majalengka Raharja memang bagus untuk diwujudkan, karena dalam Buku tersebut memuat:
1, Empat Pilar Kekuatan dari Majalengka
2. Skema Pengembangan
3. Skema Pengelolaan
4. Skema Pengembangan
5. Target yang akan dicapai Dalam Konsep Empat Pilar Majalengka Raharja
6. Kegiatan Utama Dari Pogram Majalengka Raharja meliputi:
     Bidang Sosial, BidangBudaya, Bidang Pendidikan, Bidang Keagamaan, Bidang Pariwisata, Bidang Kesehatan, Bidang Ekonomi, Bidang Pertanian, Bidang Olah Raga dan Bidang Pelayanan Umum.




          Adapun Lengkapnya buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” adalah sebagai berikut: 







Share:

2019/11/21

Sumber Akhlak Menurut Imam Al-Ghazali RA



1.    Sumber Akhlak menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali memusatkan usaha untuk membina masyarakat Islam berdasarkan prinsif dan norma-norma akhlak yang kokoh bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulnya serta hadits-hadits shahih dan kisah-kisah orang shalih (Al-Jumbulati, 1994: 156). Pernyataan ini didukung Omar Muhammad al-Toumy (1978: 323) mengatakan bahwa akhlak islam berdasarkan pada syariat islam (al-Qur’an da hadits) yang kekal yang ditunjuk oleh teks-teks agama Islam dan ajaran-ajarannya, begitu juga ijtihad dan amalan ulama shalih dan pengikutnya yang baik;
M. Abduh Quasem (1988: 24) mengatakan bahwa ajaran-ajaran Al-Ghazali tentang akhlak diambil dari kitab suci karena al-Ghazali yakin bahwa tidak ada sedikitpun kearguan di dalamnya begitu pula dalam tulisan, bila ia menemukan tulisan para ahli filsafat yang benar yang bersesuaian dengan pandangan, maka ia menrima dan mengambil pendapat tersebut, sebab sebagai seorang ilmuwan tingkat tertinggi ia tentu dapat membedakan yang benar dan yang salah. Secara terinci sumber akhlak menurut al-Ghazali yaitu al-Qur’an, hadits nabi dan ijtihad para ulama. Yaitu sebagi berikut
1)     Al-Qur’an, bagi kaum muslimin adalah sebuah kitab yang memiliki kebenaran mutlak, sebab al-Qur’an turun dari Yang Maha besar. Al-Qur’an dalam kehidupan mempunyai fungsi sebagai Hudan (petunjuk), Bayyin (penjelas), Furqan (pembeda antara yang benar dan yang salah). Firman Allah dalam surat Al-Baqorah [1] ayat 185, yang artinya; “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah, bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir dinegeri tempat tinggalnya dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (Hasbi Ashiddiqie, 2003: 45)
Karena itu pembahasan mendalam dan pengkajian yang terinci mengenai konsep pendidikan akhlak menurut al-Ghazali bersumber dari al-Qur’an, hadits, perkataan para sahabat atau tabiin yang menjadi ciri pemikirannya (Zaenuddin, 1991: 22). Bahkan al-Qur’an dan hadits adalah pelajaranh pertama yang dfiterima al-Ghazali dalam setiap latihan spritualnya. Al-Ghazali (2001: 112) mengatakan bahwa pertama-tama aku belajar al-Qur’an dan berhasil menghafalnya ketika usiaku enam tahun.
Uraian di atas menunjukkan bahwa al-Ghazali menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman dan rujukan pertama dan utama dalam pembahasan dan pengkajian mengenai pendidikan akhlak. Ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang fungsinya dalam kehidupan banyak sekali, baik yang bersifat peribadatan ataupun bersifat kemasyarakatan. Ini menunjukkan kelengkapan isi yang dikandung al-Qur’an Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 38, yang artinya: “… tiadalah kami alpakan sesuatu di dalam al-kitab (Hasbi Ashshidiqie, 2003: 192). Ayat ini menunjukkan bahwa segala persoalan kehidupan manusia berlandaskan kepada al-Qur’an, meskipun dalam operasionalnya Allah hanya menyatakan hal-hal yang bersifat umum. Sebagimana firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 64, yang artinya: “Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab (al-Qur’an) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat kaum yang beriman” (Hasbi Ashshidiqie, 2003: 411).
ayat di atas, baik yang terkandung didalamnya sebagai petunjuk ataupun cahaya, dapat kita transpormasikan ke dalam kehidupan sehari-hri, baik dalam segi ibadah, muamalah maupun masalaha akhlak. Karena itu, tidak berlebihan jika al-Qur’an dijadikan sumber utama dalam melaksanakan akhlak manusi.
Hamzah Ya’kub (1983: 49) mengatakan bahwa sumber moral atau pedoman hidup dalam islam yang menjelaskan criteria baik dan buruknya sesuatu adalah al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Karena al-Qur’an bukanlah hasil renungan manusia, melainkan firman Allah yang maha pandai dan maha bijaksana.
2)     Hadits Nabi
Hadits Nabi adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun pernyataan (taqrir) dan sebagainya (Fathurrohman, 1995: 6), pernyataan ini didukung oleh al-Ghazali (1993: 10) mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad di utus menjadi Rasul dengan maksud terutama untuk membina dan menyamakan akhlak. Hal ini terlihat dalam hadits Nabi Muhammad yang diriwayatklan oleh Al-Bazzar, yang artinya “Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak (Muhammad).
Tugas Nabi yang digariskan dalam sejarah hidupnya cukup menarik simpati manusia untuk mengikuti dan melaksanakan ajaran risalahnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Ghazali (1993: 10) yaitu “Risalah yang diajarkan Nabi memberikan informasi tentang factor-faktor keutamaan akhlak, lengkap dengan menjelaskan aspek-aspeknya. Nabi Muhammad selain sebagai Rasul terakhir, juga umat yang dirinya sebagai mu’min sejati yang berada di jalan kebenaran, mesti mengikuti dan taat kepadanya.
Rasulullah sebagai manusia pilihan Allah yang dibebani untuk menyampaikan Risalah-Nya, mempunyai sifat yang Agung karena keagungan akhlak inilah  Rasulullah pantas dikatakan sebgai uwatun hasanah (suri tauladan yang baik) bagi umat Islam sepanjang zaman. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21, yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Hasbi Ashshiddiqie, 2003: 670).
Menurut Al-Ghazali (1993: 33) ayat di atas merupakan suatu penegasan bahwa Rasulullah adalah contoh yang harus kita ikuti. Dengan mengikuti dan mencontoh jejak dan perilaku Rasulullah kita akan memperoleh keridhoan Allah, karena Allah menjamin kebahagiaan hidup kita di hari kemudian.
3)     Ijtihad para ulama akhlak
Maksud pendapat para ulama akhlak menurut Al-Ghazali adalah mereka yang telah melahirkan teori-teori tentang akhlak. Ijtihad para ulama dijadikan sumber akhlak oleh Al-Ghazali, hal ini dapat difahami dari ungkapannya (2002: 13) yaitu: “bangunan Imam tersebut didasarkan atas empat rukun, yakni: pertama, ma’rifat (mengenal) Dzat Allah. Kedua, mengenal sifat-sifat Allah, ketiga, mengenal perbuatan-perbuatan Allah, keempat, menyangkut persoalan al-samiyat. Mengetahui terhadap yang pertama, menurut Al-Ghazali (2002: 77) hukumnya wajib menurut Al-Qur’an dan sunnah, serta ijtima para imam. Namun ma’rifat tidak akan tercapai tanpa melalui pendidikan akhlak, salah satu ahlak yang baik adalah berkata baik merupakan tauhid dan ma’rifat.
Al-Ghazali memnadang selain al-Qur’an  dan sunnah, ijma para imam pun dijadikan sebagai rujukan dalam mengkaji berbagai persoalan yang menyangkut pendidikan akhlak. Dasar diakuinya pendapat mereka untuk kajian akhlak adalah karena kemampuan adalah mengarahkan, menganalisis, memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah-masalah akhlak yang memberikan teori-teori baru dalam lapangan pendidikan akhlak.




Share:

Pandangan Imam Al-Gozali Tentang Pendidikan Akhlaq Anak di Lingkungan Keluarga


Pandangan Imam Al-Gozali Tentang Pendidikan Akhlaq Anak di Lingkungan Keluarga
Foto Saat MA Nurussyahid Kertajati  Upacara HUT R! di Alun Kecamatan Kertajati


A.    Latar Belakang Masalah
Manusia itu merupakan makhluk yang sempurna dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Tin [95] ayat 4, yang artinya “Sesungguhnya kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Manusia diberi kelebihan oleh Allah berupa akal pikiran. Manusia dalam proses pendidikan merupakan hal yang utama, membahas tentang fitrah pun akan selalu berkaitan dengan konsepsi manusia. Hal ini dapat dipahami karena kenyataannya fungsi pendidikan adalah mengarahkan manusia kepada tujuan yang hendak dicapai.
Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa bentuk atau wadah yang dapat di isi dengan berbagai kecakapan atau keterampilan yang berkembang sebagai makhluk yang paling mulia. Dimana akal, hati dan kemampuan berbuat merupakan komponen dari fitrah dimaksud.

Dengan demikian, jika potensi tersebut tidak dikembangkan niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu potensi perlu dikembangkan sejak dini dan kecakapan serta pengembangan potensi itu senantiasa dilakukan dengan usaha dan kegiatan pendidikan.
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (dalam UU RI tahun 2003 tentang system pendidikan nasional). Sedangkan pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi yang dapat dididik dan mendidik sehingga ia mampu menjadikan kholipah di muka bumi ini serta mendukung dan mengembangkan budaya. (Kingsley Price, 1994: 33).

Anak adalah amanah (titipan) Allah yang kehadirannya di dunia ini harus diterima dan wajib dipelihara oleh kedua orang tua, agar kelak ia menjadi anak yang berguna bagi agama, masyarakat, nusa dan bangsa. Anak perlu mendapat bimbingan dan didikan dari kedua orang tuanya. Bimbingan dan didikan dengan cara menjaga anak agar tidak dimasuki fikiran-fikiran yang buruk dan jangan sampai terjerumus terhadap perbuatan syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu/makhluk), sebagaimana firman Allah dalam Surat Lukman [31] ayat 13: yang artinya: “Wahai anakku, jangan engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah suatu kedzaliman yang besar (dosa yang tidak dapat diampuni oleh Allah”.

Adapun langkah yang harus dilakukan adalah menjauhkan anak dari pergaulan dan teman-teman yang berakhlak yang buruk. Sebab amanat itu akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah mengenai pendidikannya. Karena orang tua bertanggung jawab atas pendidikan yang sesuai dengan fitrahnya dan memberikan akhlak karimah iman dan amal shaleh.
Anak yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah anak yang baru usia 6-12 tahun. Karena pada masa ini, anak memiliki pandangan objektif pada dunia luar. Selain itu anak memiliki perhatian besar terhadap dunia luar, daya ingatnya kuat, pengertian anak yang abstrak makin bertambah, minat mengenai sesuatu dengan bakatnya timbul dan mulai memiliki rasa social meskipun belum berkembang secara baik.

Pendidikan pada masa ini, merupakan pondasi bagi pembiasaan sikap dan jiwa keagamaan bagi anak. Pendidikan itu dimaksudkan sebagai usaha mempersiapkan anak untuk menjadi manusia dewasa yang kokoh, sikap, mental, akhlak dan jiwa keagamaan yang kuat. Pendidikan yang berhasil akan membentuk pribadi dan akhlak anak sehingga kelak dimasa remaja tidak mudah mengalami keguncangan. (Imam Al-Ghazali, 1976: 17).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Ghazali (1976: 17) diantara hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah bahwa usia anak sekolah dasar sedang dalam usia perttumbuhan kecerdasan yang cepat. Khayal yang fantasi mereka sedang subur dan kemampuan untuk berfikir kritis dan logis juga sedang dalam pertumbuhan. Dengan pemberan dan contoh-contoh teladan yang diberikan oleh orang tua, maka anak meniru dan berbuat apa yang dia lihat serta selalu menjaga nama baik kedua orang tuanya.
Salah satu wadah untuk bimbingan dan pembinaan tersebut adalah keluarga, karena keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma. (Fuad Ihsan, 1997: 17)
Lingkungan keluarga merupakan institusi yang pertama-tama dilibatkan dalam masalah pendidikan ini merupakan hal yang sangat  wajar karena seorang anak, pertama kali akan mendapatkan dirinya dalam keluarga dan akan berinteraksi dalam keluarga, sehingga dalam keluarga inilah diletakkan dasar-dasar tingkah laku dan budi pekerti anak didik pada usia masih sangat muda, karena pada usia ini lebih peka terhadap sesuatu yang ada disekelilingnya. Selain itu anak dilahirkan dalam keluarga  merupakan insane yang membutuhkan bantuan orang lain karena ia tidak akan mencapai tingkat kedewasaannya dengan baik dan benar apabila tidak adanya dukungan terutama dilingkungan keluarga.

Hasan Langgulung (1995: 359) berpendapat bahwa:
“Ada beberapa fungsi yang akan tetap bersama dengan keluarga. Diantaranya fungsi-fungsi yang akan kekal itu adalah fungsi melahirkan anak dan segala yang berkaitan dengannya seperti menyusui anak, pemeliharaan, pendidikan jasmani dan psikologis. Begitu juga dengan fungsi pendidikan dan segalanya yang berkaitan dengan proses sosialisasi, nasehat, bimbingan, perkembangan pertumbuhan bakat-bakat, kesediaan-kesediaan, minat dan siaft-sifat anggota yang diinginkan dan merubah potensi-potensi ini menjadi pelaksana dan eksploitasi. Selanjutnya mematikan dan atau menghalangi pertumbuhan minat, bakat dan kecenderungan yang menyeleweng dan sifat buruk yang diwarisi serta sikap yang tidak sesuai”

Pendapat di atas menunjukan bahwa keluarga mempunyai fungsi pendidikan, seperti halnya fungsi social, ekonomi, agama, dan keamanan. Khusu mengenai fungsi pendidikan ini banyak hal yang harus dilakukan oleh keluarga  dalam arti kedua orang tua terhadap anak-anaknya dari mulai lahir sampai ketingkat kedewasaan. Allah mempertegas fungsi dan perintah kewajiban bagi keluarga untuk mendidik anggotanya sebagai firmannya dalam Surat At-Tahrim [66] ayat 6 
yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman , perihalah dirimu dan keluargamu dari apai  neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat  yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Oleh sebab itu orang tua wajib mendidik anaknya, suapaya memiliki iman yang kuat, beramal shaleh dan berakhlak mulia. Anak adalah amanah Allah yang diberikan orang tua yang kelak dimintai pertangggungjawaban atas pendidikan anak-anaknya, (Zuhairini, dkk, 1996: 178).

Islam mewajibkan setiap keluarga untuk mendidik anak-anaknya melalui pendidikan yang menghantarkan pada pencapaian kualitas insane yang sesuai dengan tujuan Islam (Abdurrahman An-Nahlawi, 1996: 140). Hal senada diungkapkan oleh Hasan Langgulung (1995: 375) pendidikan Islam sangat berkaitan erat dengan pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama.
Oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan akhlak anak sebagai institusi yang pertama sekali berinteraksi dengannya, sebab mereka mendapat pengaruh dari padanya atas segala tingkah lakunya dan orang tua merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak mereka, karena merekalah yang mula-mula mendapat pendidikan.

Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa posisi keluarga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bagi perkembangan anak dari berbagai aspek kehidupan. Karena dalam keluarga inilah pertama-tama diletakkan dasar-dasar tingkah laku dan budi pekerti (akhlak) anak didik. Oleh sebab itu khusus mengenai pendidikan anak, harus melibatkan beragam usaha dalam pengertian bahwa seluruh sikap dan tindakan para pendidik, orang tua dan lingkungan masyarakat khususnya harus diarahkan untuk memberikan pendidikan pada anak secara tepat dan benar sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa anak merupakan wujud dan perilaku orang tua. Namun dalam perkembangan akhlaknya, anak bisa terpengaruh oleh lingkungan masyarakat, keluarga, pendidikan serta pengalaman yang masuk ke dalam diri anak. Dalam kenyataan sehari-hari tidak jarang kita temui pihak orang tua (lingkungan keluarga) yang gagal atau kurang berhasil dalam membina, mengarahkan serta mendidik anak-anaknya sebagai anak yang baik dan berakhlak shaleh. Dengan demikian pendidikan anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) dalam lingkungan keluarga menurut Imam Al-Ghazali.

Share:

Pentingnya Pendidikan Agama Dalam Kehidupan Manusia ( Lima Fungsi Agama Bagi Kehidupan Manusia)

Foto Saat Kunjungan Dari Binmas Polres Majalengka Ke MA Nurussyahid Kertajati 


Pentingnya Pendidikan Agama Dalam Kehidupan Manusia ( Lima Fungsi  Agama Bagi Kehidupan Manusia) 

            Pada kesempatan ini penulis mencoba memaparkan makna akan pentingnya pendidikan bagi manusia, sebab dengan pendidikanlah manusia menjadi berbudi, arif, bijaksana, jujur, kreatif, dinamis dan lain-lain,  penulis mencoba mengangkat petuah Cina kuno yang mengatakan Jika anda ingin kemakmuran satu tahun, tanamlah padi:  Jika anda ingin kemakmuran sepuluh tahun, tanamlah pepohonan: Jika anda ingin kemakmuran ratusan tahun tanamlah manusia”. Menanam padi dan pepohonan butuh perawatan, Hal yang sama juga dilakukan pada manusia. Jalan untuk merawat manusia adalah pendidikan.

            Pendidikan mengajarkan kita untuk mencari tahu apa yang belum diketahui dan mendalami apa yang sudah kita ketahui, Artinya dengan begitu manusia akan terus menerus berusaha mencari tahu dan tidak lekas puas dengan apa yang telah diketahuinya. Sehingga, ia menjadi sosok manusia yang arif, bijaksana, mau berdialog dengan siapa saja dan tidak merasa paling pintar sendiri dan lain-lain. Sebab orang yang berpendidikan bisa diibaratkan seperi padi semakin berisi semakin merunduk, tidak sombong, congkak, angkuh , takabur dan sifat-sifat jelek lainnya.    

            Menurut Nurcholish Majid ( Indonesia kita, 2003 121-123), diantara berbagai macam investasi atau penanaman modal untuk suatu bangsa, tidak ada yang lebih penting, lebih produktif, dan lebih bermakna dari pada investasi atau penanaman modal manusia melalui prasarana Pendidika, dengan mutu yang tinggi dan jumlah yang merata.

            Kita harus menerima kenyetaan bahwa di kecamatan kita dalam waktu beberapa tahun kedepan akan ada mega proyek pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan akan dibangunnya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Kita sebagai orang tua perlu memepersiapkan anak-anak kita dari sekarang  dengan pendidikan yang memadai dengan berklandaskan mental spiritual (agama), jangan samapai anak-anak kita kelak hanya menjadi penonton di negeri sendiri atau mungkin menjadi samapah masyarakat karena tidak berpendidikan dan tidak bermenatal agama.  Apalagi sekarang sudah mulai dengan pembayaran pembebasan lahan ini menandakan akan keseriusan pemerintah dengan proyek tersebut. Jangan samapai hari ini kita poya-poya dengan uang pembebasan lahan tapi esok lusa kita menederita karena anak-anak kita  kurang berpendidikan. Oleh karena itu mari kita siapkan generasi kedepan dengan pendidkan dan mental agama agar kelak anak-anak kita menjadi tuan dinegeri kita sendiri. Ingat mengutamakan pendidikan anak adalah investasi masa depan bagnsa, Negara dan Agama.

Menurut Mantan Menteri Agama RI, A. Mukti Ali dalam buku  Membangun Visi Baru Bernegara” karangan Mohammad Irfan dan Abdul Wahid, berpendapat bahwa setidak-tidaknya ada lima fungsi Agama bagi kehidupan manusia, diantaranya ialah :
1. Motivatif, agama bisa menjadi faktor yang bisa mendorong, mendasari dan  melandasi cita-cita serta amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupan, apapun profesinya.
2. Liberatif, suatu fungsi yang membebaskan manusia dari segala bentuk kebodohan yang mengikat dan menghalanginya beremansipasi, sehingga menjadi manusia yang dinamis dengan penuh kebebasan berfikir dan bergerak.
3.Sublimatif, suatu fungsi yang menjadikan Tuhan sebagai pangkal tolak dan tujuan bagi seluruh aktifitas manusia lahir- batin.
4.  Protektif, artinya agama berfungsi memberikan tuntunan dan petunjuk yang membimbing kearah mana seharusnya bergerak dan nilai apakah yang harus ia bela atau dimenangkan, misalnya keadilan atau kedzoliman, kasih sayang ataukah pemerkosaan dan lain-lain.
5. Inovatif, artinya fungsi agama mengajarkan kepada pemeluknya untuk memiliki daya kreasi dan tidak membiarkan dirinya arogan dengan apa yang sudah diraihnya sementara. Muhamad Irfan dan  Abdul Wahab   ( 2000 ; 29-30)

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi motivasi bagi kita semua untuk menyongsong masa depan yang penuh dengan harapan cerah.   


Share:

2019/11/20

HUMOR SUFI " DALAM CERITA POLITIK DAN MILITER"


Foto Saat Kegiatan Pertunjukan Drama Kolosal Gabungan MA Nurussyahid Kertajati, MTsN 8 Majalengka, SMAN 1 Jatitujuh di Alun Majalengka dalam Hari TNI Dengan Judul Ki Bagusrangin

POLITIK  DAN  MILITER
      Suatu saat sewaktu istirahat seminar tentang “Peranan Ilmu di Abad Mendatang” seorang Arsitek, seorang dokter Ahli Bedah, seoranmg Ahli Hukum seorang Politikus dan seorang Ali Militer terlibat dalam perbincangan mengenai disiplin ilmu siapa yang paling  tua di dunia.

       “Tidak lama setelah Adam diciptakan, Tuhan mengambil sebuah tulang rusuk Adam kemudian diciptakan Hawa. Nah, proses pengambilan tulang rusuk itu tidak bisa  lain  kecuali menggunakan teknik ilmu bedah. Jadi, ilmu bedah adalah ilmu yang paling tua di dunia ini!” kata si Ahli Bedah dengan bangganya.

      “Tapi apakah anda tidak ingat, sewaktu Adam diciptakan, Tuhan terlebih dahulu menciptakan taman Firdaus yang sangat indah, tiada duanya sampai saat ini.  Bukankah penciptaan Taman Firdaus itu jelas menggunakan ilmu Arsitekur?” sergah si Arsitek tak mau kalah.

     “Tenang-tenanglah saudara-saudara! Kalian-kalian harus lebih teliti dalam menyimak “Kejadian” awal mula alam semesta ini. Ketika belum terbentuk bumi  dan planet-planet lain di jagad raya ini, keadaan alam masih penuh KEKACAUAN. Kemudian Tuhan menurunkan Hukum-hukumnya sehingga alam semesta menjadi teratur seperti yang dapat kita saksiakan  sampai saat ini. Dengan bukti itu kalain semua tentu sudah dapat maklum disiplin ilmu mana yang lebih tua”, kata si Ahli Hukum dengan gaya seorang pemenang sejati yang kalem.


    Tiba-tiba takalahh kalemnya, si Politikus menyeletuk: “Tapi, siapakah sebenarnya yang menimbulkan SEMUA KEKACAUAN di jagad raya itu?” Dari sampingnya, AHLI MILITER mesem-mesem dan berbisik pelan kepada AHLI POLITIK, Emangnya kamu bisa apa tanpa bantuanku ???”.  
Share:

HUMOR SUFI " DALAM CERITA SYEKH ABDUL QADIR JAELANI, RA ADA DALAM AL-QUR’AN "




SYEKH ABDUL QADIR JAELANI, RA 
ADA DALAM AL-QUR’AN


Dalam sebuah Majlis,  salah seorang jama’ah Pengajian Tasawuf di Pesantren  Suryalaya Tasikmalaya mengajukan pertanyaan begini :
“ Menurut Ajengan”, Apakah Syeh Abdul Qadir Jailani itu ada dalam Al-Qur’an ?”
sejenak suasana pengajian pun menjadi hening. Mereka menunggu K.H. Abdul Gaos Saiful Maslul- akrab dipanggil Ajengan Gaos – memberijawaban atas pertanyaan penanya tadi.
Ada!” jawab Ajengan tega.
“Ah, masak iya sih,” sanggah penanya penuh keheranan.
“Oo kalau begitu, anda tidak pernah membaca Al-Qur’an”. Jawab Ajengan lagi-lagi membuat penanya dan jama’ah lain bertambah penasaran/
“ Saya sudah coba mengamati ayat demi ayat, tapi rasanya kok  saya tidak menemukan nama syekh Abdul Qadir Jailani di sana (Al-Qur’an)”. Penanya menjelaskan.

“ Siapa bilang Syekh Abdul Qadir Jailani tidak ada dalam Al-Qur’an. Coba sekali lagi anda baca, barangkali ada yang kelewat,” saran Ajengan Gaos.
“ Betul Ajengan, saya sudah membacanya tapi tetap tidak ada.”
“Sekarang perhatikan, saya akan bacakan ayatnya . “ Ajengan Gaos lalu membuka surat Al-Fatihah ayat ke 7 yang berbunyi:…… Shiraathalladziina ‘an’amta ‘alaihim…………
“ Nah, apa artinya alladziina?” Tanya Ajengan.
“Orang-orang,” jawab penanya.
“Nah, Syekh abdul Qadir Jailani orang bukan?”
Mendengar penjelasan ajengan Gaos tadi, penanya dan jama’ah pun Cuma bisa melohok.

·  Ajengan (Sunda) = Kiai dalam tradisi Panggilan Ulama di Jawa.    
Share:

NASEHAT MBAH MOEN BUAT KITA SEMUA

Translate

KUMPULAN KITAB TERJEMAHAN


Foto Kepala MA Nurussyahid Kertajati dengan Gus Sauqi Putra Abah KH. Ma'ruf Amin (Wakil Presiden RI)

KEPALA MA BERSAMA PARA PURNAWIRAWAN TNI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB

SANTRI MA NURUSSYAHID KERTAJATI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB 1440 H

KUNJUNGAN SULTAN SEPUH KE YAYASAN