Madrasah Aliyah Nurussyahid (MANUSA) adalah Sekolah Menengah Atas Setingkat SMA/SMK, Yang berdiri 2013 dengan Unggulan Magang dan Mahir Bahasa Jepang


Niat yang baik akan menghasilkan prasangka yang baik, Prasangka yang baik akan menghasilkan Aqidah yang baik dan Aqidah yang baik akan menghasilkan Akhir yang baik (Khusnul Khotimah). Hidup ini adalah Perjuangan, perjuangan perlu pengorbanan, pengorbanan perlu kecintaan, kecintaan perlu kesungguhan dalam Do'a dan Ikhtiar yang seimbang. kecintaan perlu keikhlasan dan keikhlasan perlu kesabaran, maka Allah berfirman Jadikan Sabar dan Sholat sebagai penolongmu melalui petunjuk sang Guru Mursyid.

2022/04/12

MENGENAL LEBIH DEKAT SANAD THARIQAH DUSUQIYAH MUHAMMADIYAH

 


Biografi Syeikh Mukhtar Ali Muhammad Ad Dusuqi

Begitu banyak tokoh islam yang kita kenal dan kita agung-agungkan selama ini, sangatlah rugi jika tokoh yang satu ini belum diletakkan pada posisi yang spesial di hati. Beliaulah Syekh Mukhtar Ra. yang lahir pada bulan Ramadlan, tepatnya malam Lailatul-Qadr tahun 1369 H. bertepatan dengan tanggal 13 Juli 1950 M. di sebuah negara yang dikenal dengan negri para nabi dan para wali serta kiblat kaum sufi, alias: Republik Arab Mesir.

Jikalau masa kenabian telah berakhir dan masa kewalian masih terus menjelma, maka beliaulah seorang wali Allah itu…

Jikalau Rasul telah tiada dan pewarisnya akan tetap ada, maka beliaulah pewaris handal itu…

Jikalau Tuhan hanya ditakuti oleh mereka yang ulama’, maka beliaulah ulama’ terkemuka itu…

Jikalau zaman selalu membutuhkan imam, maka beliaulah imam zaman itu…

Jikalau umat selalu mengidamkan seorang penuntun dan penunjuk jalan, maka beliaulah tuntunan itu…

Jikalau Allah hanya memberikan yang terbaik kepada siapa yang Ia kehendaki dari hamba-hamba-Nya, maka beliaulah hamba pilihan itu…

Jikalau Allah mengutus setiap zaman seorang pembaharu, maka pada zaman ini beliaulah utusan itu…

Jikalau umat terpecah menjadi sekian golongan dan semua di neraka melainakn satu, maka beliaulah ketua golongan yang satu itu…

Jikalau kebenaran yang hakiki ada di tangan kaum sufi, maka beliaulah tuan kaum sufi itu…

Jikalau Tarekat Burhamiah adalah tarekat sufi terunggul sepanjang sejarah, maka beliaulah syekh tarekat itu…

Beliaulah Maulana Syekh Mukhtar Ra., sang mahaguru agung yang telah berhasil mencapai sukses di berbagai bidang, pertanian, peternakan, ekonomi, tekhnologi, peperangan, ketentaraan, politik dan lain sebagainya sehingga meraih berbagai gelar yang telah membuatnya menjadi milioner yang berjasa, baik bagi keluarga, agama, umat, bangsa, rakyat, masyarakat maupun dunia.

Sorga beliau bertempat di sebuah daerah bernama Markaz Badr, propinsi Buhairah di Mesir, yang mana daerah tersebut dulunya bernama Ardlushshahabah yang sangat kering dan panas, dan akhirnya kini oleh beliau menjadi taman sorga yang sangat subur dan penuh kehijauan. Tanah-tanah beliau luasnya melebihi lima ratusan hektar yang dikelola dengan sempurna dan dimanfaatkan untuk menyuburkan air, dan menghijaukan bumi serta memelihara berbagai jenis binatang, ikan, dan burung sehingga mendapat penghargaan tinggi dari mentri setempat ditambah dengan pelbagai penghargaan yang diraihnya dari luar negri setelah menunjukkan sebagian kebolehan yang beliau miliki. Beliau telah berkarir dengan baik di berbagai negara arab maupun luarnya, tak heran jika banyak yang berguru padanya, baik dalam bidang-bidang dunia maupun agama.

Sawah-sawah beliau begitu banyak, luas dan subur, setiap sawah diberi nama oleh beliau dengan nama-nama para Ahlul-bait dan Aulia’ sehingga kesemuanya dinamakan dengan Mazari’ul-Kiram (sawah-sawah milik orang-orang mulia).

Disamping keistimewaan-keistimewaan yang beliau miliki itu, beliau-pun sempat mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual yang diadakan oleh kaum sufi setempat untuk pemantapan jiwa disamping raga dan demi kesuksesan di akhirat disamping kesuksesan di dunia. Pada awalnya beliau memasuki Tarekat Rifa’iah (didirikan oleh Syekh Ahmad al-Rifa’i Ra.) untuk bersuluk demi mencapai ridho-Nya, kemudian pindah ke Tarekat Ahmadiah (didirikan oleh Syekh Ahmad al-Badawi Ra.) dan akhirnya berguru pada seorang ulama’ dan wali Allah tertinggi pada waktu itu (setelah menemukannya), ialah Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani Ra. (Syekh Tarekat Burhamiah) asal Sudan.

Allah memang maha berkehendak… Ia telah menghendaki yang terbaik untuk hamba-Nya itu… Maulana Syekh Mukhtar Ra. telah dipilih oleh-Nya sebagai seorang wali yang telah sampai kepada maqam-maqam tertinggi, maqam Ihsan, maqam Hakikat, maqam Makrifat billah, maqam Wali Mursyid, maqam Imam Zaman, maqam Warits Muhammadi, maqam al-Gauts dan maqam Musyahadah Ilahiah. Siapapun diberikan maqam-maqam dan derajat-derajat itu oleh Allah Wwt. maka ia adalah Waliyyullah tertinggi pada zamannya.

Setelah Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani Ra. meninggal dunia pada tahun 1983 M., maka Maulana Syekh Mukhtar Ra. mulai duduk di atas kursi kemahaguruan, membimbing umat ke jalan yang benar, memimpin tarekat sufi terunggul itu, Tarekat Burhamiah Abna’ Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani, yang didirikan oleh salah seorang wali kutub bernama Syekh Ibrahim al-Dusqi Ra. yang meninggal dunia pada tahun 696 H. / 1296 M.

Dengan izin dan rahmat Allah, Maulana Syekh Mukhtar Ra. menjadi seorang ulama’ yang sangat berjasa besar bagi umat islam, dengan segala keahlian yang beliau miliki dalam bidang-bidang agama (Aqidah, Fiqh, Tasawuf, Tafsir, Hadits, Sejarah islam dan lain-lain) begitu juga dalam bidang-bidang dunia seperti kimia, fisika, kedokteran, matematika, bahasa, sastra dan lain sebagainya. Semua itu tentunya adalah pemberian percuma dari yang Maha Esa, dan tiada mustahil jika Ia menghendakinya. Hanya saja, Tawadlu’ dan Khafa’ beliau sungguh tak tertandingi !! karenanya, tidak semua orang mudah dan cepat mempercayai keistimewaan yang beliau punya !!

Murid-murid beliau hari demi hari semakin bertambah datang dari berbagai penjuru dunia (Malaysia, India, Saudi, Kuwait, Indonesia, Bosnia, Turki, Makdonia, Yogoslavia, Amerika, Syiria, Libiya, Oman dan lain sebagainya) hanya untuk berguru pada beliau dan bernaung di bawah naungan beliau dengan memasuki tarekat beliau dan bersuluk dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.

Oleh karena ilmu dan hikmah yang beliau terima dari-Nya begitu luas, banyak dan tak terhingga, maka sebagian dari tanah-tanah milik beliau dimanfaatkan untuk membuat majlis ta’lim dan majlis zikir serta aula untuk mengadakan seminar-seminar bermanfaat yang dihadiri oleh lautan manusia (murid-murid setia beliau). Pada majlis-majlis itu bersinarlah hikmah-hikmah yang beliau miliki. Beliau aktif menyampaikan ajaran-ajaran dan ilmu-ilmu yang sungguh memberikan futuhat bagi siapa saja yang mau menerimanya.

Ajaran-ajaran beliau (dari awal sampai akhir) tidak kontradiksi sedikitpun dengan ajaran-ajaran islam yang murni, walau sebagian besar dari ajaran-ajaran beliau bersifat baru dan belum pernah didengar sebelumnya, namun beliau mampu mendatangkan dalil-dalil yang kuat, ilmiah, logis dan naqli dari nash-nash yang sudah baku untuk membenarkan semua ajaran yang beliau bawa.

Memanglah beliau tidak pernah sempat duduk di bangku al-Azhar atau universitas islam lainnya, tapi dengan berbondong-bondongnya para ulama’ Azhar dan ulama’ manapun lainnya menuntut ilmu dari beliau, merupakan salah satu tanda bahwa ilmu-ilmu beliau begitu luas dan banyak, kealiman beliau bersifat laduni dan kewalian beliau belum pernah dijangkau oleh siapapun wali yang ada.

Lebih-lebih setelah menimbang dan memperhatikan bahwasanya negara Mesir adalah kiblat kaum sufi yang padanya berkembang banyak tarekat sufi dan mayoritas rakyatnya bertasawuf dan bertarekat, maka pemerintah Mesir telah menetapkan untuk mendirikan sebuah majlis formal yang bertanggung jawab mengkoordinir semua tarekat sufi yang ada dan berkembang di Mesir, sekaligus mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang berlangsung serta segala aktivitas yang dilaksanakan oleh tarekat-tarekat sufi itu. Majlis tersebut dinamakan Majlis A’la Liththuruq Ashshufiyyah atau Majlis Shufi A’la (Majlis Sufi Tertinggi) yang diketuai oleh salah seorang ulama’ dan pembesar universitas al-Azhar sekaligus Syekh Tarekat Syennawiah: Syekh Hasan al-Syennawi. Majlis tersebut telah menetapkan bahwasanya Tarekat Burhamiah Abna’ Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani yang dipimpin oleh Maulana Syekh Mukhtar Ra. dan berkembang di Mesir dan di negara-negara lainnya adalah merupakan tarekat sufi yang telah terdaftar resmi dalam Majlis Sufi tersebut dan diakui membawa ajaran-ajaran dan ilmu-ilmu yang benar dan tidak sesat. Lebih-lebih salah satu markaz tarekat ini terletak berdekatan dengan universitas al-Azhar Kairo (perguruan tinggi islam terbesar di dunia) dan juga berdekatan dengan maqam Imam al-Husain Ra. (cucu Rasulullah saw.).

Pada tanggal 4 April 2005 M. dilangsungkan acara Muktamar sufi pertama sedunia yang dihadiri oleh Syekh Hasan al-Syennawi (ketua Majlis Sufi Tertinggi di Mesir), Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim (mantan Rektor al-Azhar), Dr. Mahmud Asyur (Wakil al-Azhar) dan banyak lagi ulama’-ulama’ Azhar lainnya ikut menghadiri muktamar sufi tersebut, acara tersebut juga dihadiri oleh banyak ulama’ dari luar negri seperti India, Malaysia, Indonesia, Kuwait, Saudi, Turkia dan lain-lain, sehingga muktamar sufi tersebut terkesan sangat besar karena dihadiri oleh ribuan bahkan jutaan manusia dari berbagai negara, berbagai tarekat sufi, berbagai organisasi maupun berbagai universitas islam khususnya al-Azhar. Yang lebih penting dari itu semua adalah: muktamar sufi tersebut berlangsung di markaz Tarekat Burhamiah Abna’ Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani, di propinsi al-Buhairah Mesir. Sehingga Maulana Syekh Mukhtar Ra. mendapatkan penghargaan istimewa dari Majlis Sufi Tertinggi Mesir karena bersedia meminjamkan aulanya untuk muktamar sufi tersebut dan besedia memberikan layanan terbaik kepada para ulama’ dan masyaikh yang hadir serta sanggup memberi makan siang yang lebih dari sederhana kepada seluruh hadirin yang jumlahnya berjuta-juta itu.

Syekh Hasan al-Syennawi sebagai ketua Majlis Sufi Tertinggi di Mesir senantiasa mendampingi Maulana Syekh Mukhtar Ra. dan bertanya pada beliau tentang banyak hal yang berkaitan dengan aqidah, hukum-hukum islam, maupun metode tasawuf dan suluk. Demikian pula para dosen, ulama’ dan tokoh-tokoh yang ada di Mesir maupun di luarnya, mayoritas dari mereka berguru pada Maulana Syekh Mukhtar Ra. padahal beliau sendiri tidak pernah duduk di bangku al-Azhar maupun bangku perguruan-perguruan islam lainnya !! Selanjutnya setelah melalui berbagai perjuangan mulia, beliau berhasil menjadikan tarekat beliau sebagai tarekat sufi terbesar dan terbanyak pengikutnya, baik di Mesir maupun di seluruh dunia.

Pada tanggal 10 Ramadlan 1426 H. di samping masjid Imam al-Husain Ra., Syekh Hasan al-Syennawi sempat memuji Maulana Syekh Mukhtar Ra. di hadapan banyak orang dengan perkataannya: “Saya berterima kasih kepada Syekh Mukhtar karena beliau adalah orang yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan dan pendidikan tasawuf di Mesir maupun di luarnya, disebabkan karena ilmunya yang sangat banyak, luas dan bermanfaat”.

Disamping berdakwah dengan lisan dan dakwah bil-hal, Maulana Syekh Mukhtar Ra. dalam menyebarkan ilmu-ilmunya juga telah menulis banyak makalah dan artikel yang dimuat dalam berbagai media masa di Mesir seperti majalah Attashawwuf al-Islami, surat kabar Shautul-Ummah, surat kabar al-Fajr, koran al-Ahram, koran al-Buhairah wal-Aqalim dan lain-lain.

Metode beliau dalam berdakwah sangat indah, beliau menggunakan metode tasawuf modern yang sesuai zaman dan mengkhitab hati dengan penuh ketajaman dan kebijaksanaan serta mampu merubah kemunkaran dengan tangan, hati maupun lisan.

Segala jenis ilmu yang beliau miliki adalah bersifat laduni, diterima secara langsung dari Allah Swt. dan itu tidaklah mustahil sebagaimana halnya para nabi dan para wali terdahulu dalam menerima ilmu-ilmu yang benar dan bermanfaat bagi umat.

Tarekat yang beliau pimpin adalah salah satu dari sejumlah tarekat sufi yang mu’tabar dalam islam karena tarekat beliau (Tarekat Burhamiah) digagas oleh seorang wali Allah yang tidak diragukan lagi yaitu Syekh Ibrahim al-Dusuqi Ra. yang lahir di Mesir pada tahun 653 H. / 1255 M. Beliau adalah salah seorang dari keempat wali kutub yang masyhur :

1- Syekh Ahmad al-Rifa’i Ra. (pendiri Tarekat Rifa’iah),

2- Syekh Abdul-Qadir al-Jailani Ra. (pendiri Tarekat Qadiriah),

3- Syekh Ahmad al-Badawi Ra. (pendiri Tarekat Ahmadiah), dan

4- Syekh Ibrahim al-Dusuqi Ra. (pendiri Tarekat Burhamiah).
Keterangan tersebut dapat dirujuk pada :

1. Kitab al-Ayatuzzahirah fi Manaqibil-Auliya’ wal-Aqthabil-Arba’ah oleh Syekh Mahmud al-Ghirbawi.

2. Kitab Qiladatul-Jawahir fi Zikril-Gautsirrifa’i wa Atba’ihil-Akabir oleh Syekh Abul-Huda al-Shayyadi al-Khalidi Ra.

3. Kitab Farhatul-Ahbab fi Akhbaril-Arba’atil-Aqthab oleh Syekh Abul-Huda al-Shayyadi al-Khalidi Ra.

4. dan lain-lain.

Syekh Ibrahim al-Dusuqi Ra. diakui kealiman dan kewaliannya oleh seluruh ulama’ dan auliya yang ada sejak zaman dahulu kala sampai kiamat tiba, keramat-keramat beliau amat banyak dan nyata, ilmu-ilmu beliau sangat luas bagaikan samudra. Kitab-kitab yang menerangkan biografi beliau antara lain :

1. Syaikhul-Islam al-Dusuqi Quthbusysyari’ah wal-Haqiqah oleh Syekh Rajab al-Thayyib al-Ja’fari.

2. Alamul-Aqthab al-Haqiqi Sidi Ibrahim al-Dusuqi oleh Syekh Abdurrazzaq al-Kanj.

3. Lisanutta’rif bihalil-Waliyyisysyarif oleh Syekh Jalaluddin al-Kurki Ra.

4. Abul-Ainain al-Dusuqi oleh Syekh Abdul-Al Kahil.

5. Jami’ Karamatil-Auliya’ oleh Syekh Yusuf al-Nabhani Ra.

6. al-Arif Billah Sidi Ibrahim al-Dusuqi oleh Syekh Sa’d al-Qadli.

7. Biharul-Wilayah al-Muhammadiah fi Manaqib A’lamishshufiah oleh Syekh Jodah al-Mahdi.

8. Nailul-Khairat al-Malmusah oleh Syekh Sa’id Abul-As’ad.

9. Aththabaqatul-Kubra oleh Syekh Abdul-Wahhab al-Sya’rani Ra.

10. Assayyid Ibrahim al-Dusuqi oleh Syekh Ahmad Izzuddin.

11. Sidi Ibrahim al-Dusuqi oleh Syekh Abduttawwab Abdul-Aziz.

12. dan lain-lain.

Setelah Syekh Ibrahim al-Dusuqi Ra. wafat pada tahun 696 H. / 1296 M. Tarekat beliau dipimpin oleh adik beliau sendiri: Syekh Musa Abul-Imran Ra. kemudian diteruskan lagi oleh Syekh Ahmad Arabi al-Syarnubi Ra. kemudian Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani Ra. dan kini Tarekat Burhamiah diimami oleh Maulana Syekh Mukhtar Ra. Dengan demikian maka silsilah Tarekat Burhamiah Abna’ Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani dapat dirincikan sebagai berikut :

1. Rasulullah Saw.

2. Imam Abu Bakr al-Shiddiq Ra.

3. Imam Umar bin al-Khattab Ra.

4. Imam Utsman bin Affan Ra.

5. Imam Ali bin Abi Thalib Ra.

6. Siti Fathimah al-Zahra’ Ra.

7. Imam al-Hasan Ra.

8. Imam al-Husain Ra.

9. Siti Zainab Ra.

10. Imam Ali Zainal-Abidin Ra.

11. Syekh Ahmad al-Rifa’i Ra.

12. Syekh Abdul-Qadir al-Jailani Ra.

13. Syekh Ahmad al-Badawi Ra.

14. Syekh Abdussalam bin Basyisy Ra.

15. Syekh Abul-Hasan al-Syazuli Ra.

16. Syekh Abdul-Aziz Abul-Majd Ra.

17. Siti Fathimah al-Syazuliah Ra.

18. Syekh Ibrahim al-Dusuqi Ra.

19. Syekh Musa Abul-Imran Ra.

20. Syekh Ahmad Arabi al-Syarnubi Ra.

21. Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani Ra.

22. Maulana Syekh Mukhtar Ra. (1950-2020 M)

23. Maulana Dr. Jamal Mukhtar Ali Muhammad Ad-Dusuqi

Adapun metode suluk dan zikir dalam tarekat ini, sungguh merupakan metode tasawuf dan suluk yang luar biasa, cocok untuk siapa saja, maklum tarekat papan atas yang mengepalai semua tarekat sufi yang ada. Tarekat Burhamiah tidak diragukan lagi sebagai tarekat induk sebagaimana ketiga tarekat induk sebelumnya (Rifa’iah, Qadiriah dan Ahmadiah) yang menjadi gabungan antara semua tarekat terdahulu sampai kiamat tiba, semenjak zaman Rasul, Imam Abu Bakr dan Imam Ali, kemudian Imam al-Junaid, sampai munculnya Imam al-Mahdi.

Disamping kehadiran Burhamiah untuk membasmi kejahilan, kebathilan, kekotoran jiwa, kesesatan, kebejatan, kekejian, kemunkaran, kejahatan, kekolotan dan kebekuan maupun keterbelakangan, Burhamiah juga mampu membawa rohani kepada yang termulia, menaklukkan makhluk-makhluk halus yang menggoda, mengusir Iblis yang durjana, memuliakan prilaku dan tata krama, dan menyelamatkan dari dunia sampai akhir masa, dengan menyuguhkan wirid-wirid ampuhnya dan amalan-amalan dahsyatnya.

Seorang pelajar asal Malaysia bernama Muhammad Fadhil (kelahiran 1976) berguru pada seorang Guru buta di Malaysia namun merupakan wali berkelas tinggi yang disegani umat pada masanya. Sebelum sang Guru meninggal dunia, ia memberi wasiat kepada sang murid: “Pergilah kamu ke Mesir, di sana kamu akan menemukan Imam Zaman, dan berpuasalah selama 40 hari berturut-turut agar kamu berhasil menemukannya” !! Setelah tiba di Mesir dan berpuasa selama 40 hari, tepat pada hari ke-40 ia menjumpai salah seorang mursyid Tarekat Burhamiah bernama Syekh Shafwat di sebuah bis umum yang kemudian menujukinya kepada Maulana Syekh Mukhtar Ra. Setelah mendengarkan ilmu-ilmunya dan terpukau oleh kehebatannya, tanpa keraguan sedikitpun ia berkata: “Inilah Imam Zaman itu” !! Kini Syekh Muhamamd Fadhil menjadi mursyid utama dan khalifah terkemuka (Na’ib Am) Tarekat Burhamiah untuk negara kerajaan Malaysia.

 Sumber:

1. https://id.wikipedia.org/wiki/Thariqah_Dusuqiyah_Muhammadiah 

2. http://kisahimani.blogspot.com/2009/05/maulana-syekh-mukhtar-ra.html

Share:

2022/04/11

MENGENAL LEBIH DEKAT PENGARANG KITAB AL HIKAM ( SIDI IBNU ATHO'ILLAH)

 

MENGENAL LEBIH DEKAT PENGARANG KITAB AL HIKAM   (SIDI IBNU ATHO'ILLAH)

Pengarang kitab al-Hikam yang cukup populer di negeri kita ini adalah Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Atho’ al-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili. Ia berasal dari bangsa Arab. Nenek moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab al-Aa’ribah. Kota Iskandariah merupakan kota kelahiran sufi besar ini. Suatu tempat di mana keluarganya tinggal dan kakeknya mengajar. Kendatipun namanya hingga kini demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan tidak ada catatan yang tegas. Dengan menelisik jalan hidupnya DR. Taftazani bisa menengarai bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 658 sampai 679 H.

Ayahnya termasuk semasa dengan Syaikh Abu al-Hasan al-Syadili -pendiri Thariqah al-Syadziliyyah-sebagaimana diceritakan Ibnu Atho’ dalam kitabnya “Lathoiful Minan “ : “Ayahku bercerita kepadaku, suatu ketika aku menghadap Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, lalu aku mendengar beliau mengatakan: "Demi Allah… kalian telah menanyai aku tentang suatu masalah yang tidak aku ketahui jawabannya, lalu aku temukan jawabannya tertulis pada pena, tikar dan dinding”.

Keluarga Ibnu Atho’ adalah keluarga yang terdidik dalam lingkungan agama, kakek dari jalur nasab ayahnya adalah seorang ulama fiqih pada masanya. Tajuddin remaja sudah belajar pada ulama tingkat tinggi di Iskandariah seperti al-Faqih Nasiruddin al-Mimbar al-Judzami. Kota Iskandariah pada masa Ibnu Atho’ memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, karena Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits, usul, dan ilmu-ilmu bahasa arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tasawwuf dan para Auliya’ Sholihin
Oleh karena itu tidak mengherankan bila Ibnu Atho’illah tumbuh sebagai seorang faqih, sebagaimana harapan dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus berlanjt sampai pada tingkatan tasawuf. Hal mana membuat kakeknya secara terang-terangan tidak menyukainya.

Ibnu Atho’ menceritakan dalam kitabnya “Lathoiful minan” : “Bahwa kakeknya adalah seorang yang tidak setuju dengan tasawwuf, tapi mereka sabar akan serangan dari kakeknya. Di sinilah guru Ibnu Atho’ yaitu Abul Abbas al-Mursy mengatakan: "Kalau anak dari seorang alim fiqih Iskandariah (Ibnu Atho’illah) datang ke sini, tolong beritahu aku", dan ketika aku datang, al-Mursi mengatakan: "Malaikat jibril telah datang kepada Nabi bersama dengan malaikat penjaga gunung ketika orang quraisy tidak percaya pada Nabi. Malaikat penjaga gunung lalu menyalami Nabi dan mengatakan: " Wahai Muhammad.. kalau engkau mau, maka aku akan timpakan dua gunung pada mereka". Dengan bijak Nabi mengatakan : " Tidak… aku mengharap agar kelak akan keluar orang-orang yang bertauhid dan tidak musyrik dari mereka". Begitu juga, kita harus sabar akan sikap kakek yang alim fiqih (kakek Ibnu Atho’illah) demi orang yang alim fiqih ini”. Pada akhirnya Ibn Atho' memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar. Namun menarik juga perjalanan hidupnya, dari didikan yang murni fiqh sampai bisa memadukan fiqh dan tasawuf. Oleh karena itu buku-buku biografi menyebutkan riwayat hidup Atho’illah menjadi tiga masa:


Masa pertama

Masa ini dimulai ketika ia tinggal di Iskandariah sebagai pencari ilmu agama seperti tafsir, hadits, fiqih, usul, nahwu dan lain-lain dari para alim ulama di Iskandariah. Pada periode itu beliau terpengaruh pemikiran-pemikiran kakeknya yang mengingkari para ahli tasawwuf karena kefanatikannya pada ilmu fiqih, dalam hal ini Ibnu Atho’illah bercerita: "Dulu aku adalah termasuk orang yang mengingkari Abu al-Abbas al-Mursi, yaitu sebelum aku menjadi murid beliau". Pendapat saya waktu itu bahwa yaang ada hanya ulama ahli dzahir, tapi mereka (ahli tasawwuf) mengklaim adanya hal-hal yang besar, sementara dzahir syariat menentangnya”.


Masa kedua

Masa ini merupakan masa paling penting dalam kehidupan sang guru pemburu kejernihan hati ini. Masa ini dimulai semenjak ia bertemu dengan gurunya, Abu al-Abbas al-Mursi, tahun 674 H, dan berakhir dengan kepindahannya ke Kairo. Dalam masa ini sirnalah keingkarannya ulama' tasawwuf. Ketika bertemu dengan al-Mursi, ia jatuh kagum dan simpati. Akhirnya ia mengambil Thariqah langsung dari gurunya ini.

Ada cerita menarik mengapa ia beranjak memilih dunia tasawuf ini. Suatu ketika Ibn Atho' mengalami goncangan batin, jiwanya tertekan. Dia bertanya-tanya dalam hatinya : "apakah semestinya aku membenci tasawuf. Apakah suatu yang benar kalau aku tidak menyukai Abul Abbas al-Mursi ?. setelah lama aku merenung, mencerna akhirnya aku beranikan diriku untuk mendekatnya, melihat siapa al-Mursi sesungguhnya, apa yang ia ajarkan sejatinya. Kalau memang ia orang baik dan benar maka semuanya akan kelihatan. Kalau tidak demikian halnya biarlah ini menjadi jalan hidupku yang tidak bisa sejalan dengan tasawuf.

Lalu aku datang ke majlisnya. Aku mendengar, menyimak ceramahnya dengan tekun tentang masalah-masalah syara'. Tentang kewajiban, keutamaan dan sebagainya. Di sini jelas semua bahwa ternyat al-Mursi yang kelak menjadi guru sejatiku ini mengambil ilmu langsung dari Tuhan. Dan segala puji bagi Allah, Dia telah menghilangkan rasa bimbang yang ada dalam hatiku".

Maka demikianlah, ketika ia sudah mencicipi manisnya tasawuf hatinya semakin tertambat untuk masuk ke dalam dan lebih dalam lagi. Sampai-sampai ia punya dugaan tidak akan bisa menjadi seorang sufi sejati kecuali dengan masuk ke dunia itu secara total, menghabiskan seluruh waktunya untuk sang guru dan meningalkan aktivitas lain. Namun demikian ia tidak berani memutuskan keinginannya itu kecuali setelah mendapatkan izin dari sang guru al-Mursi.
Dalam hal ini Ibn Athoilah menceritakan : "Aku menghadap guruku al-Mursi, dan dalam hatiku ada keinginan untuk meninggalkan ilmu dzahir. Belum sempat aku mengutarakan apa yang terbersit dalam hatiku ini tiba-tiba beliau mengatakan : "Di kota Qous aku mempunyai kawan namanya Ibnu Naasyi’. Dulu dia adalah pengajar di Qous dan sebagai wakil penguasa. Dia merasakan sedikit manisnya tariqah kita. Kemudian ia menghadapku dan berkata : "Tuanku… apakah sebaiknya aku meninggalkan tugasku sekarang ini dan berkhidmat saja pada tuan?". Aku memandangnya sebentar kemudian aku katakan : "Tidak demikian itu tariqah kita. Tetaplah dengan kedudukan yang sudah di tentukan Allah padamu. Apa yang menjadi garis tanganmu akan sampai padamu juga".

Setelah bercerita semacam itu yang sebetulnya adalah nasehat untuk diriku beliau berkata: “Beginilah keadaan orang-orang al-Siddiqiyyin. Mereka sama sekali tidak keluar dari suatu kedudukan yang sudah ditentukan Allah sampai Dia sendiri yang mengeluarkan mereka". Mendengar uraian panjang lebar semacam itu aku tersadar dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dan alhamdulillah Allah telah menghapus angan kebimbangan yang ada dalam hatiku, sepertinya aku baru saja melepas pakaianku. Aku pun rela tenang dengan kedudukan yang diberikan oleh Allah".


Masa ketiga

Masa ini dimulai semenjak kepindahan Ibn Atho' dari Iskandariah ke Kairo. Dan berakhir dengan kepindahannya ke haribaan Yang Maha Asih pada tahun 709 H. Masa ini adalah masa kematangan dan kesempurnaan Ibnu Atho’illah dalam ilmu fiqih dan ilmu tasawwuf. Ia membedakan antara Uzlah dan kholwah. Uzlah menurutnya adalah pemutusan (hubungan) maknawi bukan hakiki, lahir dengan makhluk, yaitu dengan cara si Salik (orang yang uzlah) selalu mengontrol dirinya dan menjaganya dari perdaya dunia. Ketika seorang sufi sudah mantap dengan uzlah-nya dan nyaman dengan kesendiriannya ia memasuki tahapan khalwah. Dan khalwah dipahami dengan suatu cara menuju rahasia Tuhan, kholwah adalah perendahan diri dihadapan Allah dan pemutusan hubungan dengan selain Allah SWT.

Menurut Ibnu Atho’illah, ruangan yang bagus untuk ber-khalwah adalah yang tingginya, setinggi orang yang berkhalwat tersebut. Panjangnya sepanjang ia sujud. Luasnya seluas tempat duduknya. Ruangan itu tidak ada lubang untuk masuknya cahaya matahari, jauh dari keramaian, pintunya rapat, dan tidak ada dalam rumah yang banyak penghuninya. Ibnu Atho’illah sepeninggal gurunya Abu al-Abbas al-Mursi tahum 686 H, menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Tugas ini ia emban di samping tugas mengajar di kota Iskandariah. Maka ketika pindah ke Kairo, ia bertugas mengajar dan ceramah di Masjid al-Azhar.

Ibnu Hajar berkata: "Ibnu Atho’illah berceramah di Azhar dengan tema yang menenangkan hati dan memadukan perkatan-perkatan orang kebanyakan dengan riwayat-riwayat dari salafus soleh, juga berbagai macam ilmu. Maka tidak heran kalau pengikutnya berjubel dan beliau menjadi simbol kebaikan". Hal senada diucapkan oleh Ibnu Tagri Baradi : "Ibnu Atho’illah adalah orang yang sholeh, berbicara di atas kursi Azhar, dan dihadiri oleh hadirin yang banyak sekali. Ceramahnya sangat mengena dalam hati. Dia mempunyai pengetahuan yang dalam akan perkataan ahli hakekat dan orang orang ahli tariqah". Termasuk tempat mengajar beliau adalah Madrasah al-Mansuriah di Hay al-Shoghoh. Beliau mempunyai banyak anak didik yang menjadi seorang ahli fiqih dan tasawwuf, seperti Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin al-Subki, pengarang kitab “Tobaqoh al-syafi’iyyah al-Kubro”.


Karya

Sebagai seoarang sufi yang alim Ibn Atho' meninggalkan banyak karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq, falsafah sampai khitobah.

Kitabnya yang paling masyhur sehingga telah menjadi terkenal di seluruh dunia Islam ialah kitabnya yang bernama Hikam, yang telah diberikan komentar oleh beberapa orang ulama di kemudian hari dan yang juga telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing lain, termasuklah bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.

Kitab ini dikenali juga dengan nama al-Hikam al-ata'iyyah untuk membezakannya daripada kitab-kitab lain yang juga berjudul Hikam.

Karomah Ibn Athoillah

Al-Munawi dalam kitabnya “Al-Kawakib al-durriyyah mengatakan: “Syaikh Kamal Ibnu Humam ketika ziarah ke makam wali besar ini membaca Surat Hud sampai pada ayat yang artinya: "Diantara mereka ada yang celaka dan bahagia...". Tiba-tiba terdengar suara dari dalam liang kubur Ibn Athoillah dengan keras: "Wahai Kamal… tidak ada diantara kita yang celaka". Demi menyaksikan karomah agung seperti ini Ibnu Humam berwasiat supaya dimakamkan dekat dengan Ibnu Atho’illah ketika meninggal kelak.

 

Di antara karomah pengarang kitab al-Hikam adalah, suatu ketika salah satu murid beliau berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn Athoillah sedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam Ibrahim, di Mas’aa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada teman-temannya apakah sang guru pergi haji atau tidak. Si murid langsung terperanjat ketiak mendengar teman-temannya menjawab "Tidak". Kurang puas dengan jawaban mereka, dia menghadap sang guru. Kemudian pembimbing spiritual ini bertanya : "Siapa saja yang kamu temui ?" lalu si murid menjawab : "Tuanku… saya melihat tuanku di sana ". Dengan tersenyum al-arif billah ini menerangkan : "Orang besar itu bisa memenuhi dunia. Seandainya saja Wali Qutb di panggil dari liang tanah, dia pasti menjawabnya”.


Wafat

Tahun 709 H adalah tahun kemalangan dunia maya ini. Karena tahun tersebut wali besar yang tetap abadi nama dan kebaikannya ini harus beralih ke alam barzah, lebih mendekat pada Sang Pencipta. Namun demikian madrasah al-Mansuriyyah cukup beruntung karena di situlah jasad mulianya berpisah dengan sang nyawa. Ribuan pelayat dari Kairo dan sekitarnya mengiring kekasih Allah ini untuk dimakamkan di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro.

 

 

Share:

Translate

RAPOT DIGITAL MADRASAH (RDM)

KALENDER MA NURUSSYAHID

Calendar Widget by CalendarLabs

NU ONLINE

NPSN MA NURUSSYAHID

KUMPULAN KITAB TERJEMAHAN

LOKASI MA NURUSSYAHID


Foto Kepala MA Nurussyahid Kertajati dengan Gus Sauqi Putra Abah KH. Ma'ruf Amin (Wakil Presiden RI)

KEPALA MA BERSAMA PARA PURNAWIRAWAN TNI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB

SANTRI MA NURUSSYAHID KERTAJATI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB 1440 H

KUNJUNGAN SULTAN SEPUH KE YAYASAN