Madrasah Aliyah Nurussyahid (MANUSA) adalah Sekolah Menengah Atas Setingkat SMA/SMK, Yang berdiri 2013 dengan Unggulan Magang dan Mahir Bahasa Jepang


Niat yang baik akan menghasilkan prasangka yang baik, Prasangka yang baik akan menghasilkan Aqidah yang baik dan Aqidah yang baik akan menghasilkan Akhir yang baik (Khusnul Khotimah). Hidup ini adalah Perjuangan, perjuangan perlu pengorbanan, pengorbanan perlu kecintaan, kecintaan perlu kesungguhan dalam Do'a dan Ikhtiar yang seimbang. kecintaan perlu keikhlasan dan keikhlasan perlu kesabaran, maka Allah berfirman Jadikan Sabar dan Sholat sebagai penolongmu melalui petunjuk sang Guru Mursyid.

2019/11/23

3 (TIGA) KECERDASAN YANG HARUS DI MILIKI DAN DIWUJUDKAN OLEH KITA



Ijinkan Kami hamba Allah yang doif, yang banyak dosa dan banyak kurangnya , khotib ingin mengucapkan dari hati yang paling dalam di hari yang ke 5 bulan syawal 1433 H untuk semua saudara-saudara kaum muslimin yang di mulyakan oleh Allah SWT.

Mudah-mudahan kita semua oleh Allah digolongkan menjadi orang-orang yang betul-betul meraih kemenangan di sisi-Nya, amiin.

Hadirin ……
Berbicara soal kemenangan, mau tahu siapa orang yang dikatakan menang yang pertama: orang itu pantas dikatakan meraih kemenangan kalau seandainya, ketika dia keluar dari bulan Romadhan dia tampil menjadi orang-orang yang memiliki Kecerdasan Spiritual , apa itu kecerdasan Spiritual ? Dia jadi orang yang makin hari, makin dekat dengan Allah, makin tahu kalau hidup itu harus ada arah dan tujuan yang  jelas. Hidup kita mau dibawa kemana?    Makin tua makin jadi, tapi bukan tua-tua keladi, maksudnya makin tua semakin jadi dekat dengan Allah SWT, semakin akrab dengan Rasulullah dan semakin bermanfaat bagi mahluk-mahluk Allah lainnya.  Alhamdulillah. Itu baru orang yang pantas dikatakan orang yang meraih kemenangan.  Apa yang dia dilakukan  di bulan ramadhan terus dia kerjakan setelah bulan Ramadhan, kalau di bulan ramadhan senang membaca Al-Qur’an keluar Ramadhan tiada hari tanpa Al-Qur’an.  kalau  dibulan Ramadhan menjadi orang yang selalu berpuasa  setelah ramadhan dikerjakan senin kemis puasanya. Kalau di bulan ramadhan selalu sholat berjama Isya, tarawih dan witir di Masjid, maka setelah ramadhan  dia kerjakan sholat lima waktu berjama’ah di Masjid.  Singkat cerita dia menjadi orang yang makin hari makin baik, makin lebih mulia dari hari-hari sebelumnya. Insya Allah.
Yang Kedua Siapa yang pantas dikatakan meraih kemenangan adalah orang-orang yang ketika keluar Ramadhan dia tampil menjadi pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan Sosial  maksudnya Dia suka menjadi orang yang suka memberi tanpa diminta, kalau di dibulan Ramadhan dia dermawan diluar ramadhan dia tetap dermawan, bukan bertambah pelit. Maaf kalau orang memiliki kecerdasan Sosial dia suka member tanpa di minta karena dia sadar kalau apa yang ada pada dirinya  itu Cuma titipan, yang namanya titipan pasti ada milik orang lain dan kalau ada milik orang lain maka tidak perlu nunggu orangnya datang, tapi kita harus nganterin.
Yang Ketiga orang itu pantas dikatakan meraih kemenangan kalau seandainya dia keluar dari Ramadhan dia tampil menjadi orang-orang yang memiliki kecerdasan Emosional artinya dia pandai membalas kebencian dengan cinta, mohon maaf satu bulan penuh kita dilatih menahan nafsu dan amarah keluar Ramadhan nafsu dan amarah harus selalu dijaga, kenapa karena hakekatnya musuh yang sebenarnya adalah hawa nafsu bukan orang perang melawan orang.  Orang kalu memiliki kecerdasan Emosional ketika dibenci dia membalas dengan cinta, ketika dicaci membalas dengan pujian, ketika dipukul membalas dengan senyuman, ketika disakiti membalas dengan kata-kata maaf. Itu pribadi yang betul-betul menang di mata Allah SWT.

Karena Idul fitri itu bukan dengan menampakan pakain baru tetapi idul fitri itu bertambahnya ketaatan dan takwa yang selalu baru.

 Sekali lagi mudah-mudahan kita digolongkan oleh Allah termasuk orang-orang yang betul-betul meraih kemenangan di sisi Allah, SWT. Amiiin.  
Share:

2019/11/22

Buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” Menyajikan 4 (Empat) Pilar Kuat Program Majalengka "RAHARJA"




Manusa Kertajati Bijb, Belum lama ini Madrasah kami sebut saja “MA Nurussyahid” Kertajati sering di datangi seorang penulis bahkan Editor Buku, sebut saja orang tersebut adalah penulis Buku sejarah “Ki Bagusrangin” beliau membawa buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” yang disusun oleh dua orang Bapak Elon Sukalam dan Bapak Dede Akhmad Jafar, dengan editor dia sendiri Bapak Toni Ruchiat yang akrab dipanggil sebutan “Ki Bagus”
          Dalam kunjungannya ke Madrasah Aliyah Nurussyahid Desa Bantarjati Kertajati, Beliau dalam hal ini Ki Bagus menyarankan kepada editor http://kertajaticintaaulia.blogspot.com agar memuat isi Buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” sebagai bahan bacaan masyarakat Majalengka khususnya umumnya Jawa Barat.
          Kami sebagai Masyarakat Kertajati Majalengka menyambut Gembira atas saran tersebut karena akhirnya menjadi tahu bahwa Majalengka Raharja memang bagus untuk diwujudkan, karena dalam Buku tersebut memuat:
1, Empat Pilar Kekuatan dari Majalengka
2. Skema Pengembangan
3. Skema Pengelolaan
4. Skema Pengembangan
5. Target yang akan dicapai Dalam Konsep Empat Pilar Majalengka Raharja
6. Kegiatan Utama Dari Pogram Majalengka Raharja meliputi:
     Bidang Sosial, BidangBudaya, Bidang Pendidikan, Bidang Keagamaan, Bidang Pariwisata, Bidang Kesehatan, Bidang Ekonomi, Bidang Pertanian, Bidang Olah Raga dan Bidang Pelayanan Umum.




          Adapun Lengkapnya buku “ Natural Of Leader Majalengka Raharja” adalah sebagai berikut: 







Share:

2019/11/21

Sumber Akhlak Menurut Imam Al-Ghazali RA



1.    Sumber Akhlak menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali memusatkan usaha untuk membina masyarakat Islam berdasarkan prinsif dan norma-norma akhlak yang kokoh bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulnya serta hadits-hadits shahih dan kisah-kisah orang shalih (Al-Jumbulati, 1994: 156). Pernyataan ini didukung Omar Muhammad al-Toumy (1978: 323) mengatakan bahwa akhlak islam berdasarkan pada syariat islam (al-Qur’an da hadits) yang kekal yang ditunjuk oleh teks-teks agama Islam dan ajaran-ajarannya, begitu juga ijtihad dan amalan ulama shalih dan pengikutnya yang baik;
M. Abduh Quasem (1988: 24) mengatakan bahwa ajaran-ajaran Al-Ghazali tentang akhlak diambil dari kitab suci karena al-Ghazali yakin bahwa tidak ada sedikitpun kearguan di dalamnya begitu pula dalam tulisan, bila ia menemukan tulisan para ahli filsafat yang benar yang bersesuaian dengan pandangan, maka ia menrima dan mengambil pendapat tersebut, sebab sebagai seorang ilmuwan tingkat tertinggi ia tentu dapat membedakan yang benar dan yang salah. Secara terinci sumber akhlak menurut al-Ghazali yaitu al-Qur’an, hadits nabi dan ijtihad para ulama. Yaitu sebagi berikut
1)     Al-Qur’an, bagi kaum muslimin adalah sebuah kitab yang memiliki kebenaran mutlak, sebab al-Qur’an turun dari Yang Maha besar. Al-Qur’an dalam kehidupan mempunyai fungsi sebagai Hudan (petunjuk), Bayyin (penjelas), Furqan (pembeda antara yang benar dan yang salah). Firman Allah dalam surat Al-Baqorah [1] ayat 185, yang artinya; “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah, bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir dinegeri tempat tinggalnya dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (Hasbi Ashiddiqie, 2003: 45)
Karena itu pembahasan mendalam dan pengkajian yang terinci mengenai konsep pendidikan akhlak menurut al-Ghazali bersumber dari al-Qur’an, hadits, perkataan para sahabat atau tabiin yang menjadi ciri pemikirannya (Zaenuddin, 1991: 22). Bahkan al-Qur’an dan hadits adalah pelajaranh pertama yang dfiterima al-Ghazali dalam setiap latihan spritualnya. Al-Ghazali (2001: 112) mengatakan bahwa pertama-tama aku belajar al-Qur’an dan berhasil menghafalnya ketika usiaku enam tahun.
Uraian di atas menunjukkan bahwa al-Ghazali menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman dan rujukan pertama dan utama dalam pembahasan dan pengkajian mengenai pendidikan akhlak. Ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang fungsinya dalam kehidupan banyak sekali, baik yang bersifat peribadatan ataupun bersifat kemasyarakatan. Ini menunjukkan kelengkapan isi yang dikandung al-Qur’an Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 38, yang artinya: “… tiadalah kami alpakan sesuatu di dalam al-kitab (Hasbi Ashshidiqie, 2003: 192). Ayat ini menunjukkan bahwa segala persoalan kehidupan manusia berlandaskan kepada al-Qur’an, meskipun dalam operasionalnya Allah hanya menyatakan hal-hal yang bersifat umum. Sebagimana firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 64, yang artinya: “Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab (al-Qur’an) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat kaum yang beriman” (Hasbi Ashshidiqie, 2003: 411).
ayat di atas, baik yang terkandung didalamnya sebagai petunjuk ataupun cahaya, dapat kita transpormasikan ke dalam kehidupan sehari-hri, baik dalam segi ibadah, muamalah maupun masalaha akhlak. Karena itu, tidak berlebihan jika al-Qur’an dijadikan sumber utama dalam melaksanakan akhlak manusi.
Hamzah Ya’kub (1983: 49) mengatakan bahwa sumber moral atau pedoman hidup dalam islam yang menjelaskan criteria baik dan buruknya sesuatu adalah al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Karena al-Qur’an bukanlah hasil renungan manusia, melainkan firman Allah yang maha pandai dan maha bijaksana.
2)     Hadits Nabi
Hadits Nabi adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun pernyataan (taqrir) dan sebagainya (Fathurrohman, 1995: 6), pernyataan ini didukung oleh al-Ghazali (1993: 10) mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad di utus menjadi Rasul dengan maksud terutama untuk membina dan menyamakan akhlak. Hal ini terlihat dalam hadits Nabi Muhammad yang diriwayatklan oleh Al-Bazzar, yang artinya “Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak (Muhammad).
Tugas Nabi yang digariskan dalam sejarah hidupnya cukup menarik simpati manusia untuk mengikuti dan melaksanakan ajaran risalahnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Ghazali (1993: 10) yaitu “Risalah yang diajarkan Nabi memberikan informasi tentang factor-faktor keutamaan akhlak, lengkap dengan menjelaskan aspek-aspeknya. Nabi Muhammad selain sebagai Rasul terakhir, juga umat yang dirinya sebagai mu’min sejati yang berada di jalan kebenaran, mesti mengikuti dan taat kepadanya.
Rasulullah sebagai manusia pilihan Allah yang dibebani untuk menyampaikan Risalah-Nya, mempunyai sifat yang Agung karena keagungan akhlak inilah  Rasulullah pantas dikatakan sebgai uwatun hasanah (suri tauladan yang baik) bagi umat Islam sepanjang zaman. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21, yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Hasbi Ashshiddiqie, 2003: 670).
Menurut Al-Ghazali (1993: 33) ayat di atas merupakan suatu penegasan bahwa Rasulullah adalah contoh yang harus kita ikuti. Dengan mengikuti dan mencontoh jejak dan perilaku Rasulullah kita akan memperoleh keridhoan Allah, karena Allah menjamin kebahagiaan hidup kita di hari kemudian.
3)     Ijtihad para ulama akhlak
Maksud pendapat para ulama akhlak menurut Al-Ghazali adalah mereka yang telah melahirkan teori-teori tentang akhlak. Ijtihad para ulama dijadikan sumber akhlak oleh Al-Ghazali, hal ini dapat difahami dari ungkapannya (2002: 13) yaitu: “bangunan Imam tersebut didasarkan atas empat rukun, yakni: pertama, ma’rifat (mengenal) Dzat Allah. Kedua, mengenal sifat-sifat Allah, ketiga, mengenal perbuatan-perbuatan Allah, keempat, menyangkut persoalan al-samiyat. Mengetahui terhadap yang pertama, menurut Al-Ghazali (2002: 77) hukumnya wajib menurut Al-Qur’an dan sunnah, serta ijtima para imam. Namun ma’rifat tidak akan tercapai tanpa melalui pendidikan akhlak, salah satu ahlak yang baik adalah berkata baik merupakan tauhid dan ma’rifat.
Al-Ghazali memnadang selain al-Qur’an  dan sunnah, ijma para imam pun dijadikan sebagai rujukan dalam mengkaji berbagai persoalan yang menyangkut pendidikan akhlak. Dasar diakuinya pendapat mereka untuk kajian akhlak adalah karena kemampuan adalah mengarahkan, menganalisis, memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah-masalah akhlak yang memberikan teori-teori baru dalam lapangan pendidikan akhlak.




Share:

NASEHAT MBAH MOEN BUAT KITA SEMUA

Translate

KUMPULAN KITAB TERJEMAHAN


Foto Kepala MA Nurussyahid Kertajati dengan Gus Sauqi Putra Abah KH. Ma'ruf Amin (Wakil Presiden RI)

KEPALA MA BERSAMA PARA PURNAWIRAWAN TNI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB

SANTRI MA NURUSSYAHID KERTAJATI PADA ACARA MUNAJAT RAJAB 1440 H

KUNJUNGAN SULTAN SEPUH KE YAYASAN